RAHASIAKU

Ketika aku membaca beberapa pengalaman di situs ini ternyata banyak yang mempunyai nasib seperti diriku, kisahku adalah kisah nyata walau aku sendiri tak mempercayainya.

*****

Ceritaku berawal dari tahun 2000 ketika aku berkuliah di Universitas Swasta terkemuka di kota "S". Usiaku saat itu adalah 20 tahun, tapi aku belum mempunyai pacar. Bukan berarti aku tidak laku tapi aku bingung memilih pilihan yang tepat untukku. Semula aku mengontrak sebuah rumah dengan teman-teman sedaerahku, tapi setelah beberapa bulan aku tidak mengalami kecocokan dengan mereka, sehingga aku putuskan untuk mencari kos. Dengan bantuan beberapa teman yang naksir aku, aku mendapatkan kos dengan cepat dan sesuai dengan keinginanku.

Aku merasa betah di kosku yang baru, disamping ada kamar mandi dan dapur di dalam, Ibu Kosnya juga amat baik, di tempat kosku hanya ada dua orang yang kos disitu, seorang pramugari dan aku sendiri. Tempat itu seperti rumah sendiri, karena aku mendapat kebebasan untuk memanfaatkan semua fasilitas di tempat tersebut. Hal ini terjadi karena Ibu Kosku tidak mempunyai anak, dan suaminya seorang pedagang yang sering bepergian keluar kota, sedangkan penghuni kos lainnya sering tidak ada di tempat kos karena seorang pramugari yang sering keluar negeri. Sehingga di tempat tersebut hanya ada aku dan Ibu Kos, Ibu Kosku bernama Tante Maria. Menurut ceritanya ia berusia 45 tahun, walaupun begitu ia terlihat masih anggun dengan sedikit kerutan diwajahnya yang dimakan usia. Ia masih sering melakukan senam kebugaran untuk menjaga otot-ototnya, karena ia sudah mengalami obesitas dan perutnya sudah membuncit, sehingga ia rajin melakukan senam setiap pagi.

Menurutku ia begitu baik padaku, aku sering dibuatkan makanan yang enak-enak dan kebetulan sekali aku dapat mengirit keuanganku. Kami sering menonton TV bersama, bahkan ia sering memuji kecantikanku. Katanya aku mirip sekali dengan Shanen Doherti yang sering ia tonton dalam film berjudul "Charmed" tentang keluarga penyihir. Aku sangat tersanjung dengan pujiannya tetapi lama kelamaam ada suatu keanehan yang kurasakan ketika ia mulai memuji keindahan tubuhku ketika aku memakai baju ketat atau hanya memakai tank top saja. Ia juga sering memandangi tubuhku ketika aku memakai baju santai di rumah. Sering aku merasa diperhatikan ketika aku makan bersama dengannya atau menonton TV bersama dengannya.

Karena aku mulai risih aku mencoba berani bertanya walau aku juga merasa sungkan untuk melakukannya. Ketika itu aku memakai baju senamku yang baru kubeli, aku sengaja untuk memancingnya. Baju senam itu sangat sexy untukku, aku sengaja memakainya tanpa tambahan busana apapun sehingga terlihat lekuk-lekuk tubuhku. Ketika ia melihatku aku sungguh terkejut karena ia memandangku seperti pandangan seorang pria kepada wanitanya. Matanya menjelajah seluruh tubuhku, saat itulah aku ada keberanian untuk bertanya,

"Tante, mengapa memandangiku seperti itu!"

Pertanyaan itu membuatnya kaget, ia pura-pura mengerjakan sesuatu dan seolah tak mendengarkanku. Aku berjalan ke depannya dan sekali lagi ia melihatku dengan terpesona. Tapi kali ini ia mengatakan sesuatu bahwa aku sangat cantik sekali, dan ia sangat kagum dengan kecantikan dan keindahan tubuhku. Saat itu aku merasakan darahku mengumpul semua di kepalaku, entah malu atau risih, aku pun tak tahu. Ketika aku masih terbengong ia berdiri dan menghampiriku sehingga jarak kami sangat dekat sekali. Wajahnya sudah berada hanya beberapa centi di depanku. Tante Maria menatapku, matanya menusuk kedalam jiwaku, kurasakan getaran keibuan dalam matanya. Dan ia berkata,

"Rus, aku membutuhkanmu, aku sangat menginginkanmu."

Kakiku terasa lemah dan bergetar karena aku tak pernah merasakan hal itu dari teman-teman priaku yang mencoba merayuku.

"Tante, mengapa berkata demikian," kucoba sepatah kata untuk menutupi kelemahanku.
Tetapi Tante Maria berbalik bertanya,
"Maukah menjadi orang yang kucintai."

Aku lemas dan tak berdaya aku seperti patung dan tak ada sepatah katapun yang sanggup kukeluarkan. Kurasakan bibirnya menyentuh bibirku. Aku diam saja ketika lidahnya mulai masuk ke dalam mulutku. Kurasakan tangannya yang lembut menyentuh dan membelai diriku. Tante Maria mulai mendekapku dengan caranya yang profesional. Aku merasakan sensasi yang aneh dalam diriku, karena aku memang belum pernah dicium oleh siapapun atau belum pernah bercinta.

Saat itu aku berada dalam dekapan wanita yang jauh lebih tua dariku dan lalu bibirnya mulai menari di bibirku, aku memberontak walau tak terlalu kuat pemberontakanku. Kucoba melepaskan bibirnya dari bibirku, tapi ia semakin mendekapku, mencengkeramku, dan lidahnya makin liar memainkan lidahku, hingga aku sesak dan tak bisa bernapas. Kucoba mendorongnya tapi tangannya makin merajalela meremas semua tubuhku yang sintal, dan akhirnya aku berhenti memberontak. Kucoba merasakan sensasi luar biasa ini, kupejamkan mataku. Entah mengapa keberanianku muncul untuk mencoba hal yang baru. Aku mulai membalas pagutan bibirnya, kuikuti kemana arah lidahnya menari, dan akhirnya aku mulai belajar darinya. Tangannya menjelajah di seluruh tubuhku, dengan baju senam yang kukenakan. Tangan Tante Maria sangat mudah mencapai tempat-tempat sensitifku, aku mulai terbawa dalam kehangatannya.

Aku sandarkan tanganku di bahunya agar aku tidak terjatuh, dan ia mulai meremas-remas kedua daging kenyal dadaku. Aku sangat kelabakan ternyata ia begitu bernafsu, pantatku juga diremas-remas olehnya, aku seperti mainan boneka barunya.

Entah mengapa aku pasrah dan menyerahkan tubuhku padanya, mungkin didukung oleh suasana malam sehabis hujan, dan kesunyian dirumah itu. Lidahnya mulai menciumi leherku yang jenjang, tangan-tanganya berusaha membuka pakaian senam yang aku pakai. Kurasakan pakaian senamku dibuka dengan sangat paksa, hingga kurasakan dingin disekujur tubuhku. Aku tak kuasa menahan beban tubuhku sendiri, ketika lidahnya mulai menari-nari di dadaku. Aku terjatuh tetapi dengan kelihaian Tante Maria aku ditopangnya, kedua tangannya memegang punggungku, sehingga aku mendongakkan wajahku ke belakang membentuk setengah lingkaran. Sehingga dengan leluasa giginya mencabik Bra-ku dengan mudah, dan setelah itu dingin udara malam dan kenikmatan kurasakan ketika lidahnya memilin putingku yang sudah menegang.

"Oh.. Tante, oh.. Tante," hanya kata-kata itulah yang kuucapkan berkali-kali sembari mendesah nikmat, sedangkan Tante Maria menikmati tubuhku seperti gula-gula. Sedangkan tangannya asyik bereksplorasi menjelajah daerah sensitifku, dan ia sangat mahir membuat kejutan-kejutan yang membangkitkan libidoku.

Tiba-tiba Bel berbunyi berkali-kali, sempat Tante Maria berhenti. Aku sempat merasa kesal tetapi juga terselamatkan. Tiba-tiba ia berkata,
"Sayang, apa yang ingin kaulakukan?" wajahnya menyemburatkan pengertian berbagai arti, aku berdiri.
"Tante, sebaiknya melihat ke depan, seandainya itu teman priaku katakan aku pergi entah kemana", dan ia setuju lalu merapikan rambutnya yang acak-acakan dan menuju kamar tamu.
Gairahku masih menyala tapi entah aku ingin menyudahinya. Lalu aku menuju kekamarku, aku sedikit merasa jijik memandangiku di cermin. Tapi sepertinya aku tak ingin melewatkan pengalaman ini dengannya. Aku kekamar mandi untuk membersihkan tubuhku, entah mengapa gairahku menurun lagi.

Aku seperti malu sendiri, lalu kututup dan kukunci pintu kamar mandi. Kusiram seluruh tubuhku dengan air dingin yang menyegarkan. Masih terasa lidahnya yang menari-nari di payudaraku yang berukuran 34C ini. Selesai mandi kulilitkan handuk di tubuhku, kudengar diluar ada sebuah percakapan antara Tante Maria dan seorang pria. Kukenakan bajuku dan aku keluar, seorang pria berambut putih dan sedikit berwibawa, Tante Maria memperkenalkan aku pada pria tersebut,
"Daniel ini anak kos baru namanya Rus, ia kuliah di sini."
"Ehm ya semoga kerasan ya disini, anggap saja rumah sendiri, aku suami Ibu Kosmu, yah silahkan istirahat," kata Pria itu yang bernama Daniel.

Aku segera bergegas ke kamarku. Aku masih teriang-iang peristiwa tadi bersama Tante Maria, kini ia dengan suaminya. Tapi sepertinya aku sangat lega suaminya datang tapi aku juga sedikit kesal. Aku mencoba untuk menutup mataku walau rasanya belum mengantuk.

Jam dua malam aku terbangun dan terasa kering sekali di tenggerokanku. Aku kedapur luar mengambil air dingin dari kulkas yang letaknya tak jauh dari kamarku. Suasana sangat sepi "Mungkin mereka sudah tertidur dari tadi" pikirku. Aku meminum air dingin dan terasa kelegaan menyelimuti, dan aku kembali kekamar. Ketika aku menutup pintu kamar betapa terkejutnya aku,
tiba-tiba dari belakang tangan-tangan halus mencengkeramku dan menarik tubuhku ke dalam pelukan seorang wanita.

"Rus, aku sangat mencintaimu, maukah kau menemaniku malam ini," suaranya sangat merdu dan lembut di telingaku.
"Tante Maria, kau mengagetkanku saja, bagaimana kau.." belum selesai aku bicara ia memotong pembicaraanku dan berkata,
"Aku menyelinap keluar dan masuk kamarmu ketika pintu kamarmu terbuka, aku ingin menemanimu malam ini, aku ingin dekat denganmu malam ini, Rus sayang."

Pada saat itu juga lidahnya menjilati telingaku dari belakang, aku sedikit geli tapi aku membiarkannya. Ia mulai membuka daster tipis yang menutupi tubuhku secara perlahan-lahan, semula aku tahan agar ia tak membuka dasterku, tapi karena keahliannya. Ia menjilati tengkukku hingga aku tak berdaya, dan akhirnya aku pasrah dihadapannya. Lidahnya bergerilya di punggungku sambil membuka Dasterku. Kupandangi cermin yang besar di sampingku, kulihat aku dan seorang wanita tengah baya melakukan sesuatu yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dalam hati aku berkata aku sudah menjadi seorang Lesbian, tapi tidak aku hanya ingin berexperimen dengannya, kataku dalam hatiku.

Malam itu begitu sunyi, hanya suara jangkrik dan desahan nafasku yang tak tak tertahankan dari gempuran nafsu Tante Maria, ia menjilati pantatku, menyusuri pahaku yang indah dan berisi, lidahnya tak henti-hentinya berputar-putar, membuatku lemas dan tak berdaya.

"Tante, aku tak tahan berdiri"

Aku menjatuhkan tubuhku, dan Tante Maria menangkapku walau ia sudah tua tapi ia cukup kuat menggendongku dengan berat badanku yang hanya 45 kg ini menuju ke kasur kenikmatannya.
Ia membaringkanku, dengan sikap pasrah kurentangkan kedua tanganku diatas kepalaku, Tante Maria tersenyum senang, dan ia membuka dasternya sendiri. Payudara sudah sedikit keriput dan bergelambir, perutnya sedikit membuncit. Lalu ia membelai rambutku, membelai wajahku dengan sangat manja, seraya berkata,

"Aku bersyukur, sayang, aku sangat bahagia malam ini, sayang"

Aku terdiam dan membalas senyumnya. Ia mencium bibirku dengan dasyat pada saat yang cepat. Tante Maria menindihku, memagut bibirku, kurasakan hangat tubuhnya berpacu dengan birahinya. Aku lebarkan selangkanganku dan kedua kakiku melilit tubuhnya. Aku pun membalas ciuman bibirnya, kami berciuman gaya prancis dengan memasukan lidah masing-masing kedalam mulut.

Lalu bibirnya mulai berpetualang ke leherku, lalu memutar-mutar di kedua puting payudaraku yang sudah menegang. Walau udara saat itu dingin karena AC di ruangan, tapi kurasakan keringat yang membasahi kami sangat banyak.

"Oh.. yah.., ba..gus.."

Birahiku mulai berkobar lagi, terlebih ketika lidahnya mulai meluncur ke pusar dan liang pussyku. Tangannya memilin kedua putingku, benar-benar pengalaman yang luar biasa, entah bagaimana rasanya aku seperti ingin pipis tapi tak bisa. Lidahnya memainkan klitorisku, dan mengacak-ngacak seluruh bulu kemaluanku, semua ototku menegang, dan aku mengerang kencang. Sepertinya Tante Maria tak peduli dengan eranganku ia bahkan semakin membabi buta memainkan lidahnya. Akhirnya kurasakan cairan keluar dari pussyku, tapi lidahnya tak berhenti disitu saja, pahaku dan seluruh kaki yang jenjang juga dimakannya.

Lalu ia berdiri di atas kasur berjalan mendekati wajahku dan menyodorkan payudaranya yang sudah berkeriput, tapi aku mengulumnya juga dan tangannya tak henti-hentinya bermain di klitorisku. Aku juga ingin sedasyat ia walaupun aku masih canggung untuk melakukan ini-itu. Tapi birahiku berkata lain aku mulai menjilati seluruh tubuhnya juga dan ia juga menjilati tubuhku. Tubuh kami saling terkunci, hingga kemudia kami. berada pada posisi 69.

Kurasakan klitorisnya sangat aneh bagiku, tapi karena keahliannya aku tak peduli kami saling memuaskan nafsu birahi kami, yang kudengar hanya erangan suara kecipak air yang membasahi masing masing pussy kami, dan aku kaget ketika cairan itu keluar. Semula jijik tapi aku sudah dilingkupi birahi yang memuncak, sehingga aku nikmati semuanya, dan akhirnya aku mencapai orgasme duluan. Lalu aku lemas dan ia masih menjilati tubuhku, dalam keadaan lemas itu ia menindihku dan melakukan tribadisme yaitu mengesek-gesekan seluruh tubuh ke tubuh lawan untuk mencapai kepuasan. Aku sedikit terpejam ketika ia melakukan itu, terasa hangat dan lelah aku tertidur hingga tak terasa matahari telah bersinar menembus kamar kami.

Kulihat Tante Maria masih terlelap, banyak bercak di sana sini. Aku amat lemas tulangku seperti patah-patah, tapi pengalaman tadi malam memang luar biasa, dan aku sadar ada suaminya di rumah ini. Aku cepat-cepat membangunkan Tante Maria, ketika Tante Maria sudah mulai membuka matanya maka kubisikan sebuah kata,

"Tante, kau hebat tadi malam, tapi ini sudah pagi hari dan suamimu sudah menunggumu."

Tante Maria tidak segera bangun bahkan ia memelukku dan berkata,

"Suamiku kelelahan ia akan bangun kesiangan, jadi jangan khawatir."

Ketika ia akan menciumku aku menolaknya dengan alasan aku harus masuk kuliah pagi ini, walau bagaimanapun Tante Maria memperlakukanku seperti kekasihnyanya. Kami makan berdua satu piring, dan saling menukarkan makan di bibir. Aku merasakan ia kekasihku walaupun aku sudah jauh melangkah tapi aku tetap menjaga diriku sebagai seorang gadis heteroseksual. Ada satu hal yang aku suka dari hubungan kami berdua, aku dapat melakukan dengan aman tanpa ada akibat kehamilan, dan rahasia kami akan terjaga selamanya.

Begitulah hubungan kami selanjutnya yaitu dengan membeli alat dildo yang kami beli dari internet dan kami melakukan setiap kami siap untuk melakukanya, dengan tanpa sepengetahuan suaminya. Terkadang di saat seusai makan malam, ketika mandi. Kekhawatiranku hanya aku takut berubah orientasi seksualku menjadi lesbian.

Entah bagaimana lalu aku memutuskan untuk meninggalkannya, mencari tempat kos yang baru atau memohon pengertiannya untuk tidak melakukannya lagi, tapi Tante Maria malah menangis dan memohon untuk tidak meninggalkannya selama aku masih kuliah, dan menjamin tidak akan mengganggunya. Entah mengapa aku menurut, dan ia memenuhi janjinya selama beberapa minggu kami tak bercinta lagi, hingga suatu saat dimana ada kejadian lain yang akan kami sampaikan dalam cerita selanjutnya.

TAMAT Share

PENYESALAN

Teng.. teeng.. teng.. begitulah bel sekolahku berbunyi yang menandakan seluruh pelajaran di sekolah telah usai dan siswa-siswi SMP tempatku menuntut ilmu sudah boleh pulang. Segera aku membereskan seluruh buku yang ada di mejaku dan bergegas menuju lapangan sekolah untuk bermain sambil menunggu dijemput. Biasanya memang aku pulang sendiri karena sebenarnya jarak dari rumah ke sekolahku memang tidak begitu jauh, hanya saja kali ini di rumahku sedang kosong jadi aku menunggu dijemput oleh Mbak Wi karena hanya dia yang memegang kunci rumah.

Di lapangan sekolah kulihat banyak teman-temanku yang sedang bermain bola dari plastik dan mereka sama juga sepertiku menunggu jemputan dari orang tua mereka, daripada diam menunggu aku pun bergabung untuk bermain dengan mereka. Cukup lama juga aku bermain karena teman-teman yang bermain bersamaku semakin berkurang seiring dengan datangnya para penjemput mereka. Aku melayangkan pandanganku ke pinggir lapangan dan ke gerbang sekolah untuk melihat apakah Mbak Wi sudah ada di sana atau belum dan ternyata belum,
"Aduh ke mana dulu sih Mbak Wi ini?" pikirku.
Aku segera menuju pinggir lapangan untuk mengambil minum dalam tasku dan ketika itulah kudengar sayup-sayup suara orang memanggil namaku dan ternyata itu Mbak Wi dan dia bersama seorang anak perempuan yang juga memakai seragam SMP sepertiku.

Aku berlari menuju Mbak Wi dan ternyata anak perempuan itu adalah Nia, anak kelas 1 SMP hanya beda sekolah denganku. Orang tuaku kenal sama Nia karena memang Nia sering diajak oleh Mbak Wi jalan-jalan, main ke rumah dan orang tua Nia pun sudah mengenal dekat Mbak Wi.
"Jon, sekarang kita kedatangan tamu nih," kata Mbak Wi.
"Oh, Nia juga mau ke rumah kita sekarang ya mbak?" tanyaku.
"Iya soalnya kemarin ibunya Nia minta tolong jagain Nia sama Mbak Wi karena ortu Nia dua-duanya mau ke luar kota dan baru malam ini pulangnya." Jawab Mbak Wi.
"Asyiik jadi aku ada temen main doong " ajakku pada Nia.
Nia adalah seorang gadis yang cantik, kulitnya putih bersih, imut disertai dengan sikapnya yang manja yang selalu memeluk tangan Mbak Wi sepanjang perjalanan pulang. Nia memang benar-benar dekat dan percaya kepada Mbak Wi dan aku pun merasa kalau Mbak Wi menyayangi Nia.

Sesampainya di rumah aku segera mengajak Nia mengambil mobil-mobilan yang ada di kamarku kemudian mengajaknya bermain di ruang tengah sementara Mbak Wi berganti baju dan setelah itu pergi ke luar sebentar untuk membeli makan siang untuk kami semua. Hari itu memang menyenangkan, kami makan siang sambil bersenda gurau pokoknya benar-benar menyenangkan. Selepas makan siang Mbak Wi mengajak kami berdua ke kamarnya dan ia berkata padaku,
"Jon, kemarin Mbak Wi sudah menjanjikan hadiah padamu nah sekaranglah hadiahnya akan Mbak berikan, kamu harus bisa membahagiakan Nia seperti di film yang kamu tonton kemarin, kamu mengerti Jon?" Mbak Nia berkata padaku.
"Iya Mbak Wi," jawabku ragu-ragu.
"Nia, ayo sini sayang naik tempat tidur bersama mbakWi."
Kulihat Nia patuh sekali pada Mbak Wi dan kudengar Nia bertanya pada Mbak Wi,
"Kita mau main sayang-sayangan ya mbak?"
"Iya Nia cantik, seperti biasa." Mbak Wi menjawab.
"Eh Kak Jon diajak juga ya mbak?" Nia bertanya lagi.
"Iya Nia sayang, Kak Jon juga diajak karena Mbak Wi mau mengajarkan kepada Kak Jon tentang tubuh seorang gadis dan Nia sebagai contohnya, nggak apa-apa khan Nia manis?" Tanya Mbak Wi dengan lembut.
"Tapi nanti enak khan seperti yang waktu Mbak Wi sama Nia aja?"
"Ooh tentu dong Nia sayang, Mbak Wi tidak akan pernah membiarkan orang lain menyakitimu, Mbak Wi khan sayang sama Nia, sayaang sekali."

Kudengar Mbak Wi membujuk Nia dengan lembut.
"Iya Nia juga sayang sama Mbak Wi." Nia menjawab.
"Nah, Nia ayo sekarang buka pakaiannya ya cantik." Kata Mbak Wi.
Kulihat Nia menuruti kata-kata Mbak Wi dan sekarang Mbak Wi mulai membuka rok dan celana dalam putih Nia sehingga terlihat seluruh tubuh yang indah, dengan payudara yang baru tumbuh dan kemaluan gundulnya yang belum ditumbuhi sehelai rambut pun, kulit putih bersih tanpa cela itu terlihat jelas dihadapanku. Melihat hal itu aku sebagai lelaki normal tentu saja menjadi bernafsu hal itu juga diperkuat dengan ingatanku akan film indah yang kutonton bersama Mbak Wi kemarin.
"Jon!!" tiba-tiba suara Mbak Wi membuyarkan lamunan nafsuku.
"Eeh, iya Mbak Wi."
" Ayo kamu juga buka baju dan celanamu, masak cuman Nia aja yang telanjang, nggak adil doong?" Mbak Wi menghardikku.
"Iya nich ayo doong Kak Jon!" tiba-tiba Nia juga ikut menyahut dan hal itu benar-benar membuatku terkejut.

Aku pun tidak mau kalah dengan Nia dan segera membuka seluruh pakaian dan celana dan celana dalamku sehingga aku pun benar-benar telanjang bulat dan tentu saja burungku pun sudah mengacung dengan tegangnya.
"Iiih Kak Jon burungnya berdiri tuch!" Nia berteriak.
Mbak Wi, yang seperti biasa masih mengenakan pakaiannya dengan lengkap, pun tersenyum dan berkata ,
"Iya dong Nia, itu biasa kalo seorang laki-laki melihat perempuan telanjang pasti burungnya akan berdiri, apalagi Nia adalah gadis yang cantik waah semua laki-laki yang melihat Nia telanjang seperti ini pasti burungnya akan berdiri." Kata Mbak Wi.
"Nah Nia sayang, sekarang kita mulai pelajarannya ya, Nia ayo tiduran di sini" perintah Mbak Wi.
"Iya Mbak Wi" kata Nia.

Mbak Wi pun segera mengatur posisi tidurnya Nia dan ia menaruh bantal di bawah pinggang Nia sehingga bagian pinggulnya menjadi lebih tinggi daripada bagian kepala dan kakinya. Mbak Wi sendiri pun mengambil posisi berbaring di sisi kiri Nia dan ia mulai menciumi bibir Nia. Saat ia menciumi bibir Nia, ia memberi isyarat kepadaku untuk melihat dari dekat apa yang ia dan Nia lakukan dan kulihat sekilas bahwa lidah Mbak Wi sedang bermain-main dalam mulut Nia. Kemudian ciuman Mbak Wi mulai turun ke leher, dada beserta kedua puting susu Nia tak lepas dari jilatan dan hisapan Mbak Wi. Hal itu membuat Nia mendesah
"..aah..mbak Wi ..geli.."
Mbak Wi pun melanjutkan penjelajahan ciumannya ke bagian perut dan kulihat lidahnya bermain-main di bagian pusar Nia, kemudian ciumannya diarahkannya ke bagian paha dalam Nia. Aku melihat semuanya itu dari dekat merasa berdebar karena adegan ini persis seperti apa yang kulihat di film dan yang lebih hebat lagi mungkin aku akan benar-benar merasakannya sebentar lagi.

Sekarang kulihat Mbak Wi mulai mengarahkan mulutnya persis ke kemaluan Nia, mbak Wi menjilatinya dengan lembut aku dapat melihat lidahnya yang bermain-main di kemaluan Nia yang membuat paha Nia mengejang-ngejang..
" Aaah Mbak Wi..gelii..aah.."
Tak berapa lama Mbak Wi menghentikan permainannya dan berkata padaku,
"Jon, kamu sudah lihat khan bagaimana caranya membuat Nia bahagia?" Tanya Mbak Wi.
"Eh, ii..iya mbak" jawabku ragu.
"Sekarang nikmatilah hadiahmu, bahagiakan Nia!" seru Mbak Wi kepadaku.
Ia kemudian langsung mencium bibir Nia sementara aku sudah berada diantara kedua kaki Nia, tanpa pikir panjang segera aku arahkan mulutku menuju kemaluan Nia yang sudah basah, terbuka menantang dan ada biji kecil sebesar biji kacang hijau berwarna kemerahan seperti yang kulihat di film, dan lubang kemaluannya yang kecil tetapi kulihat juga mengeluarkan cairan, saat itu kupikir apakah cairan dari mulut Mbak Wi, atau emang Nia pipis disitu, aku tak tahu.

Perasaanku semakin berdebar ketika bibirku yang sudah semakin dekat dengan kemaluan Nia akan menyentuhnya, segala perasaanku berbaur menjadi satu karena aku merasa akan membuat Nia berbahagia dengan apa yang akan kulakukan, sama bahagianya seperti saat Mbak Wi menghisapi burungku waktu itu tetapi tiba-tiba aku mencium aroma yang sangat tidak menyenangkan dari kemaluan Nia. Kutarik kepalaku mundur dan aku melihat bahwa Mbak Wi masih berciuman dengan Nia, kucoba sekali lagi tetapi aroma itu masih saja ada menghadang, kutarik kembali kepalaku. Aku mencoba memanggil Mbak Wi tapi ia kelihatannya sedang benar-benar menikmati ciumannya bersama Nia. Kucoba sekali lagi untuk menjilati kemaluan Nia dan kali ini aku benar-benar tidak kuat lagi menghirup aroma kemaluan Nia. Mbak Wi akhirnya melihat ke arahku dan bertanya,
"Kenapa Jon, kok kamu belum menikmati hadiahmu sih?" Tanya Mbak Wi.
Dengan gugup aku menjawab
"Ehh..eeuh..anu Mbak Wi, itunya Nia bau aku nggak kuat menciumnya" jawabku jujur.

Mbak Wi tidak marah tetapi malah tersenyum dan berkata
"Kalau gitu sekarang kamu liat aja Mbak Wi yaa" kata Mbak Wi.
Sebelum mengubah posisinya ia berkata pada Nia
"Nia sayang, sekarang Mbak Wi akan membuat kamu merasa bahagia seperti waktu itu, mau khan sayang?" Tanya Mbak Wi.
"Iya, Nia mau Mbak Wi" jawab Nia.
Mbak Wi pun segera berubah posisi telungkup diantara selangkangan Nia sambil memerintahkan padaku untuk selalu berada di dekatnya dan memperhatikannya dengan serius. Aku menurutinya dan memperhatikan bagaimana Mbak Wi beraksi dengan sungguh-sungguh. Mbak Wi sudah dalam posisi menelungkup dan kepalanya berada dekat sekali dengan kemaluan Nia sementara tangan kanannya mempermainkan puting susu Nia yang sebelah kanan dan tangan kirinya mengelilingi paha Nia dari bawah sementara jarinya berada di belahan kemaluan Nia yang digunakannya untuk sedikit membuka belahan kemaluan indah tersebut.

Sebelum mulai menjilati kemaluan Nia, Ia mendekatkan hidungnya ke kemaluan Nia dan menghirupnya dalam-dalam. Terus terang aku sangat terkejut melihat hal itu karena aku saja tidak kuat dengan baunya tetapi Mbak Wi.., ditengah keterkejutanku tiba-tiba kudengar Mbak Wi berkata kepadaku
"Wah Jon, aneh sekali kamu tidak suka..ini khan bau nikmat" kata Mbak Wi seraya mengirupnya dalam-dalam sekali lagi.
Aku benar-benar merasa bodoh..entah kenapa, terlebih aku melihat Mbak Wi mulai menjulurkan lidahnya dengan lembut dari bibir kemaluan Nia sebelah kiri bawah, naik ke arah biji kacang ijo kemerahan tadi, berputar-putar dengan lembut di sekitar biji itu lalu turun melalui bibir kemaluan Nia yang sebelah kanan dan mulai menjilati lubang kemaluan Nia yang sedari tadi kulihat basah.
"Ahh..oohh..mbak Wi enak.." kulihat Nia mulai menggelinjang tak karuan, kurasa ia tak tahan menahan kenikmatan yang ditimbulkan oleh permainan lidah Mbak Wi, sama seperti aku kemarin.
"Srruup..srruup..srruup.."
Kudengar Mbak Wi menyedot-nyedot kemaluan Nia dengan semangat, tetapi kulihat masih dengan hati-hati.
"Ahh..mbak Wi..Nia mau pipis niih.."
kudengar Nia berteriak lagi dan kulihat kedua tangan Nia mencengkram rambut Mbak Wi dan kedua paha Nia mengepit erat kepala Mbak Wi sehingga seolah-olah tenggelam dalam kemaluan Nia, pinggul Nia pun terangkat-angkat..
"Aahh..mbak Wi..Nia pipis niih.."

Kulihat bagaimana muka Nia yang menyeringai kenikmatan dan bermandi keringat kulihat juga pinggul Nia yang terangkat-angkat mulai turun kembali sementara Mbak Wi tidak bergeming dari selangkangan Nia. Terlihat ia sangat menikmati juga dengan masih menenggelamkan kepalanya di selangkangan Nia.
"Srruup..srruup..srruup.."
Masih kudengar bunyi sedotan nikmat yang dilakukan Mbak Wi pada Nia tapi tak lama kemudian Mbak Wi mengangkat kepalanya dan kulihat disekitar bibir dan dagunya basah oleh cairan pipis milik Nia. Mbak Wi segera mengelap bibir dan dagunya di dada Nia sehingga dada tersebut menjadi basah oleh cairan tadi kemudian menjilati dada Nia yang basah tadi sampai bersih. Mbak Wi mengambil bantal yang berada di bawah pinggang Nia, menghanduki tubuh Nia yang basah oleh keringat lalu bertanya pada Nia
"Bagaimana Nia sayang, kamu senang?"
"Iya Mbak Wi, enak rasanya"
"Bagus deh kalo begitu, sekarang Nia capek khan, Nia boleh tidur di sini nanti pasti Mbak Wi temenin, jangan kuatir ya sayang"
"Iya Mbak Wi, Nia bobo dulu ya"
Lalu kulihat Mbak Wi mencium kening Nia dengan penuh kelembutan lalu menyelimutinya.

Mbak Wi kemudian mengambil pakaianku dan mengajakku ke ruang tengah. Setelah aku berpakaian ia menyuruhku untuk duduk dan ia bertanya kepadaku
"Jon sebenarnya apa yang terjadi tadi, mengapa kamu tidak melakukannya seperti yang kamu lihat di film, apa kamu belum mengerti?"
Mbak Wi bertanya dengan tenang sambil tersenyum, ia tidak marah besar kepadaku seperti yang kukira tetapi ia malah tersenyum sehingga membuat perasaanku yang kacau menjadi agak tenang.
"Mbak Wi, sebenarnya Jon ingin sekali merasakannya dan melakukannya seperti yang di film tapi ternyata Jon tidak kuat dengan bau kemaluannya Nia dan Jon juga sudah mencobanya beberapa kali tapi tetap tidak kuat" jawabku jujur.
Mbak Wi kemudian mengatakan bahwa harusnya aku bersyukur bisa mendapatkan gadis yang benar-benar masih murni dan belum tersentuh laki-laki lain dan mengenai bau itu, itu adalah sesuatu yang wajar dan alami, maka bau itu semaksimal mungkin harus dihilangkan walau yang pasti tidak mungkin hilang seratus persen karena hal itu sangat alamiah.
"Nah Jon, kamu mengerti khan sekarang?, kamu juga telah menolak hadiah dari Mbak Wi yang mungkin tidak akan pernah terjadi lagi dan Mbak Wi rasa suatu hari nanti kamu akan menyesal telah menolaknya"
Mbak Wi berkata sambil tersenyum manis padaku lalu ia meninggalkanku sendirian yang terbengong-bengong memikirkan perkataannya.

Satu hal yang pasti, semenjak saat itu sampai sekarang setiap teringat kejadian itu aku merasa menyesal dan tetap belum bisa membuktikan perkataannya apakah benar perempuan yang telah dewasa itu mampu menjaga kesehatan dan kebersihan kemaluannya dengan sempurna atau itu hanya karangan Mbak Wi saja, tapi saya sudah bertekad jika ada kesempatan lagi, maka saya tidak akan menyia-nyiakannya.

TAMAT Share

PENGALAMAN INDAH

Nama saya Indah. Orang biasa memanggil "Iin" atau "Indah". Aku sekarang baru lulus dari sebuah Universitas di Jakarta. Dan aku tertarik sekali ingin memberitahukan pengalaman hidup yang satu ini kepada 17Tahun.com. Saya adalah seorang wanita yang berparas yah tidak akan mengecewakan bagi siapapun yang memandangnya deh. Tinggi badan saya 171 cm, berat 53 kg, biar langsing tapi aku rajin fitness minimal 2 kali seminggu di Gym, jadi ya kulitku kencang dan mulus, berambut hitam lurus sebahu, bermata hitam kecoklatan, dan kulit saya kuning langsat (yah pokoknya kulit orang Indonesia banget deh!) dan asalnya dari Sunda, di Cicaheum, Bandung! tapi tinggalnya di Daan Mogot, Jakarta. Dan saya masih benar-benar "totally virgin" alias perawan asli ketika hal yang akan saya ceritakan ini terjadi!

Saya tadinya seorang wanita yang normal, maksud saya sifat seksualitas saya itu normal seperti wanita lainnya, senang sama cowok, apalagi yang keren! Walau sekarang masih senang sama cowok, tapi arah seksualitas saya lebih cenderung ke arah seorang lesbian setelah hal 'itu' terjadi, jadi saya simpulkan bahwa saya adalah seorang biseksual!

Siang itu aku seperti biasa, jalan dari rumah ke kampus, biasa bawa tugas-tugas yang setumpuk dari dosen-dosen yang killer-killer. Setelah kuliah (maklum hanya sebentar, ketika itu hari Sabtu, jadi kuliah yang barusan sebenarnya hanya buat pengganti buat selasanya, karena dosennya tidak masuk!) jadi jam 12.30 sudah bubaran. Aku tuh orang yang paling sering diledekin sama teman-temanku karena hanya punya tampang 'n body doang, tapi tidak punya cowok! (katanya terlalu mikirin belajar, padahal sih kan memang harus).

Terus, siang itu karena bete banget habis kuliah, ya aku langsung saja pulang! Tapi ketika sudah hampir sampai di rumah aku kepikiran, lebih baik malam minggu begini menyewa beberapa VCD saja di rental dekat rumahku! Tentang rental itu terus terang aku bilang bagus! Tempatnya cukup besar dan terlihat mewah, dan ber-AC, lagi pula harga VCD sewaannya pun tidak terlalu mahal! Ya sudah deh, aku menyewa film-film itu kalau tidak salah sih aku menyewa 6 film!

Sorenya ketika aku mau menonton film pertama, telpon rumah berdering memecah kesunyian (maklum orang rumah pada pergi! Papa sama mama lagi pulang kampung ke Bandung, terus adikku yang cowok ikutan camping sama klub pecinta alamnya di Garut). Pokoknya benar-benar sendirian deh. Ya sudah, dengan agak malas kuangkat telepon itu, dan ternyata benar seperti yang kuduga, yang menelpon si Mira (dia hanya tinggal berdua dengan kakeknya ditambah pembantu), sobatku sejak semester satu.

"Halo.., ini Indah ya..? Ini aku, Mira..!" katanya.
"Halo.., ya ini aku, ada apa lagi nih, Mir..!" jawabku.
"Gini, Ndah.. aku lupa kalo Mang Eja (pembantunya) yang megang kunci rumahku, padahal tadi pas dia mau berangkat ke rumahnya (di Karawang) aku taruh kuncinya di tasnya, soalnya kebelet pipis, trus aku lupa deh, dan kuncinya kebawa dia..!" katanya panjang.
"Duh, Mir.. masih cantik kok udah pikun..!" tukasku enteng. "Trus, kamu gimana sekarang..?" tanyaku lagi.
"Ya tau deh bingung banget nih, dia baru balik lagi pas minggu malem, katanya sih gitu..!" Mira memang nadanya waktu itu lagi kesal dan bingung.
"Gimana kalo aku nginep di rumahmu aja malem ini, Ndah.. masa aku mau nginep di hotel..?" pintanya dengan nada sedikit memelas.

Rumahnya si Mira sekitar 1 jam jaraknya kalau ditempuh dari rumahku, akhirnya aku sih boleh-boleh saja, paling tidak ada teman deh di rumah! Masa anak gadis sendirian di rumah, di Jakarta Barat lagi, yang terkenal kriminalitasnya. Begitu tukasku dalam hati.
"Oke deh, Mir.. gue tungguin..! Ati-ati lu, Mir..!" tukasku ringan.

Aku menunda menonton VCD itu, karena mau mandi dulu, malu biar sama teman sendiri tapi belum mandi. Ketika jam 16.30 tepat, si Mira datang, waktu itu hujan deras, dia tidak membawa payung, ya sudah deh basah kuyup ketika sampai rumah! Aku kasih tahu tentang gadis yang feminim ini, tingginya sekitar 160 cm deh, tapi masih lebih tinggi aku sedikit, penampilannya persis seperti Putri Solo sekali, langsing singset, kulit putih kekuningan, rambut hitam lurus agak panjang dari rambutku, dan waktu itu dia memakai kemeja krem dengan rok sebetis (agak belah sedikit sampai sepaha).

Ketika dia datang, aku kebetulan baru saja habis mandi, dan hanya memakai handuk di kepala dan longdress buat pakaian orang habis mandi! Biar begitu juga aku selalu pakai BH dan CD-ku dong! Tidak seperti yang di film-film barat, hanya bahu yang menempel di badan saja! Ya sudah, aku suruh dia masuk dan segera mandi, aku pinjamkan dasterku (dia yang minta karena hanya di rumah saja). Aku berdua Mira awalnya sih biasa saja, sama sekali tidak ada tuh perasaan saling suka (secara seksual) sama dia, hanya memang kami saling mengagumi fisik masing-masing.

Sehbis dia mandi, kami berdua makan Indomie Rebus hangat yang baru kubikin, sungguh nikmat saat itu, udara dingin ditutupi dengan kehangatan dari Mie itu, mengasyikkan! Malamnya kira-kira jam 19.30 baru deh kami menonton VCD yang kusewa siang tadi, judulnya kalau tidak salah sih Wildthings, nah inilah merupakan faktor yang membuat kami jadi 'lesbo'. Aku sendiri juga kaget, ternyata di CD keduanya, artis Neve Campbell (tidak disangka juga Neve campbell mau akting bercinta sama cewek) sama artis satunya lagi (sorry, lupa nih) itu saling bermain cinta, walaupun disana juga ada aktornya, jadi mereka bercinta bertiga, 2 cewek dan 1 cowok.

Awalnya kami sih kaget dan agak jijik, melihat 2 cewek saling bersetubuh bugil begitu, walaupun ada juga prianya. Kami terus terpana melihat adegan bagian itu yang berdurasi sekitar 5-10 menit. Dan terus terang, ketika itu aku merasakan sesuatu yang benar-benar lain merasuki perasaanku, mungkin memang juga sudah naluri seksku dari sananya mungkin, yang cenderung bisa jadi lesbian, jadi aku merasa sesuatu yang aku benar-benar ingin rasakan kelembutan seksual seorang wanita. Terasa sekali hasrat seksualku mulai naik, lalu tanpa sengaja aku memegang lengan kanan si Mira, lalu kutatap dalam-dalam tubuhnya.

Ternyata dia yang selama ini kuanganggap biasa saja terlihat menjadi sangat sensual di hadapanku, benar-benar seorang wanita yang anggun. Kulitnya yang sangat mulus (beneran lho..!) membuatku selalu ingin memegangnya, bahkan sempat terbesit bahwa di malam panjang ini aku harus bercinta dengannya, dan keinginan itu semakin menjadi-jadi ketika adegan di VCD itu antara artis wanitanya saling berciuman bibir dengan sangat lembutya, dan saling menjilati tubuh satu sama lain. Tapi ketika itu si Mira tidak merespon, dia hanya balas memegang jemariku saja, dan tiap sebentar melihatku dengan pandangan yang terus terang sangat menggodaku.

Nafsu seksualku semakin bertambah, keinginan yang teramat dan amat sangat menimpa diriku kala itu, sepertinya aku mulai merasakan bahwa libidoku naik dengan sangat drastis, tapi aku masih dapat menahannya sambil hanya mengelus-elus tangan Mira dan sesekai rambutnya yang cantik itu. Mulailah kucoba untuk mengalihkan perhatiannya, kumatikan lampu yang terang, dan kunyalakan yang redup (walau masih agak terang juga). Lalu mulai aku memegangi dagunya dan menolehkannya pada wajahku, tersentak dia agak terkejut, sungguh! Wajah Mira membuatku sangat naksir padanya, baru kali itu aku rasakan hal seperti itu.

Dan hal yang membuatku lebih membuat libido semakin membara ketika Mira mengucapkan kata-kata indah kepadaku.
"Ya ampun, kalo diperhatikan elu tuh sweet banget lo, Ndah! Bodymu juga sensual banget..!" setika itu pula tersentak nafsu seksualku sangat menggebu.
Mulailah kututup mulut Mira dengan jemariku, tanganku yang satunya lagi mengelus-elus rambutnya. Perlahan-lahan alam bawah sadarku memerintahkanku untuk mencumbu bibirnya yang manis itu. Lalu kulakukan, kukecup dengan penuh mesra, dan seperti yang kuharapkan, Mira akhirnya juga merasakan apa yang sudah kurasakan sejak tadi. Dia akhirya juga jadi 'horny' setelah kuperlakukan seperti itu.

Serentak kami pindah ke kamarku, sambil sedikit berlarian dan tertawa senang. Sampai di kamarku, aku menggodanya dengan mengatakan, "Aku.. aku sungguh suka sama kamu Mira, kamu sangat cantik, ayu, dan baik!"
Dan tampaknya serentak itu pula Mira mulai merasakan libidonya membara! Kami berciuman bibir, dia jelujurkan lidahnya ke bibirku, kusambut lidah dengan lidahku. Kami bercumbu sangat baik, dengan memainkan lidah dan mengulum-ngulumnya (seperti orang sudah terlatih, padahal sih tidak pernah!).

Tindakan kami terus berlanjut, sementara kami berciuman, Mira perlahan menarik ke atas dasterku, terus hingga perasaanku sangat nikmat kala itu. Dia meraih CD kremku dan membukanya perlahan-lahan. Kubantu dengan sedikit mengatur selangkanganku, dan terlepaslah CD-ku yang mungil itu. Kubalas dia dengan langsung membuka dasternya dari bawah ke atas, kulihat sekarang Mira hanya mengenakan Bra dan CD-nya, itu merupakan stelan pakaian dalamku, karena punyanya basah terkena hujan.

Dia mencium leherku terus dan menjilati telingaku, aku tetap meraba-raba perutnya yang sudah terbuka itu sesukaku, sungguh kulit yang sangat indah dari yang penah kurasakan.
Lalu kucium mesra dan kuhisap-hisap pusarnya, hingga dia benar-benar kegelian dan berkata, "Ohh, Indaahh.. uhmm, terus sayang.. oohh..!" desahnya di telinga kiriku pelan, suara serak basahnya yang membuatku semakin ingin memberikan nafsu juga padanya.
Suara Mira benar-benar membuatku semakin nafsu, tampak kami sedikit berkeringat karena memang agak tegang melakukan ini.

Kuhisap dan kujilati keringat yang seperti embun itu di pahanya.
"Ohh, kamu betul-betul bidadari, Mira sayangku..!" tukasku.
Tak hanya itu, Mira pun membalas dengan membuka restleting daster di punggungku. Lepaslah busana kami berdua, tinggal bra dan CD yang merekat. Kulihat payudaranya tampak mengeras perlahan-lahan, lalu dia sendiri yang membuka bra-nya secara mendadak. Dengan cepat pula dia lepas CD-nya, dia lakukan semua itu di hadapanku. Lalu dia memutari tubuhku dan menulunkupkanku di ranjang sambil menciumi dan menghisap-hisap leher belakangku.

Dia melepas bra-ku, terus dia ciumi sampai CD-ku terlepas, dan dia lalu menciumi pantatku yang benar-benar seksi. Dijilati selangkanganku antara lubang dubur dengan pantatku, kurasakan sangat nikmat.
"Ooohh sayang.. teruskan sayang..! Miraa..!"
Sungguh kurasakan kenikmatan yang teramat sangat, dan juga mulai kurasakan vaginaku mulai basah sedikit demi sedikit. Mira lantas membalikkan tubuhku, kini kami berhadapan, kami mulai lagi berciuman.

Mira sengaja menindihku dengan menghimpitkan payudaranya ke payudaraku sambil tetap mencumbuiku. Payudaraku yang berukuran 34C itu semakin mengeras akibat tindihan tubuh Mira yang yang sungguh sensual. Tangan Mira satunya meremas-remas lembut puting susuku, yang satunya lagi ia mainkan dalam liang kemaluanku, kurasakan kegelian dengan kenikmatan yang teramat sangat, hingga hampir tak kuasa aku menahannya.
"Miraa, oh Mira sayang.. ahh.. ahh.. ahh.."

Hampir satu jam kami melakukan ini, sungguh terasa begitu cepat. Lalu kami berputar posisi, sepertinya Mira lebih sering nonton film BF dan membaca buku-buku seks dari pada aku, sehingga dia tahu banyak style-style yang memberi kenikmatan.
"Orang bilang sytle ini 69 sayang.." tukasnya.
Aku sungguh tergoda ketika selangkangan Mira di hadapanku, kucium-cium dan kujilati duburnya, sungguh aroma parfum dicampur bau kulitnya membuatku semakin terangsang.

Mira melakukan sesuatu yang membuatku sangat merasakan sesuatu yang paling berbeda di dalam hidupku, dia menuangkan coke ke liang kemaluanku, kurasakan dingin. Tiba-tiba puncak kenikmatan datang ketika Mira menjilati vaginaku, memainkan lidah lembutnya di liang peranakanku, dan meniup-niup kecil disertai gigitan-gigitan halus.
"Ohh.. ahh.. terus, terus, teruskan sayang..! Oooh.. ah..," kurasakan itulah puncak kenikamatan yang kudapatkan.
Walaupun vaginaku basah bercampur dengan coke itu, Mira tetap menjilati dan melalapnya. Oh sungguh membuatku tak kuasa menahan kenikmatan itu!

Aku memang terkadang sering mencukur rambut-rambut yang ada di sekitar vaginaku, jadi hal itu memudahkan Mira menjalankan aksinya. Begitu juga Mira, vaginanya yang ada di hadapan wajahku kucium kecil, lalu kuhisap-hisap dan kujilati. Aku mencoba mengikutinya, yaitu dengan mengigit-gigit kecil dan memasukkan serta memainkan lidahku di liang peranakannya, oh sungguh memuaskan ketika itu. Mira sampai-sampai berkata, "Uuhmmf.. sayang.. oh.. Indaah aahh..!"
Mira dan aku sungguh sedang merasakan betapa nikmatnya bercinta, itulah pengalama pertamaku bercinta, dengan seorang wanita lagi, begitupun Mira.

Tubuh kami berkeringat, kami saling menjilati kulit dan menjilati keringatnya yang baunya benar-benar menggoda. Lalu kami bertukar posisi, jujur kami sedikit lelah, Mira berbaring di dadaku, kurasakan lembut payudaranya di tangan kananku, sedang tangan kiriku meremas-remas kecil vaginanya, lagi kami berciuman. Aku dan Mira bersetubuh (kendati sesama wanita) dengan cukup melelahkan, semalaman kami bercinta.

Mulai jam 10 malam sampai pagi, kami tetap berbugil ria berduaan, saling menikmati tubuh, sedikit kami kurangi frekwensi pergerakan, lebih kepada bergerak slowly! Kemudian kuulang lagi, kucium dan kuhisap-hisap serta kujilati kedua Nipples-nya..
"Ooh payudaramu benar-benar indah, kendati sedikit lebih menggoda payudaraku..," katanya.
Kalau aku tidak salah, kami bercinta sekitar 3 jam, kami lelah, lalu tidur berpelukan berdua. Saling mengeratkan tubuh, tapi Mira tak berhenti mencumbu kening, pipi, serta bibirku.

Ketika terjaga saat jam 4 pagi, kulihat Mira tidur pulas di lengan kananku, kutolehkan wajahku menghadapnya, kucumbui lagi Mira.., sungguh dia terlihat sangat anggun dalam keadaan bugil dan lelah begitu..! Aku mulai merasakan keanehan timbul, karena malam itu baru saja aku bersetubuh dengan sesama jenis, tapi yang kurasakan adalah kenikmatan yang tiada tara!
"Oh Miraa, sayang..!" kudaratkan lagi bibirku pada bibirnya sambil kuusap-usap rambut panjangnya.

Pagi harinya Mira terbangun lebih dahulu. Dia bilang dia sudah bangun jam 7, tapi aku baru bangun jam 7.30 pagi. Ketika bangun, kulihat Mira sedang bugil duduk di kursi di kamarku dengan kedua kakinya diangkat dan ditahan dengan kedua tangannya, sehingga menutupi payudaranya, dia menatapku dengan senyuman manis. Kubalas dengan segera bangun ke hadapannya dan lagi-lagi aku menciumi bibir seksinya.

Aku berkata, "Mira sayang, terima kasih ya, aku benar-benar ngga tau kenapa malam itu, tapi kamu sungguh hebat..! Aku.. aku mencintai kamu, Mir, sungguh..! Aku benar-benar suka kamu..!" ucapku spontan sambil memandangi matanya.
"Ah sudahlah, Indah sayanng.. aku ngga menyesal kok, kamu juga sangat hebat semalam, baru kali ini juga aku bercinta, sama kamu lagi!
"Hihihi.. aku, aku juga cinta kamu, sayang, sungguh..!" aku benar-benar terkejut Mira berkata itu, tapi aku sungguh senang.

Kini kami sungguh sangat lebih akrab dari sebelumnya, dan kami selalu melakukan persetubuhan (benar-benar bugil) dimanapun kami punya kesempatan, sungguh! Aku sangat menikmatinya begitu juga sayangku Mira! kini mereka (teman-teman kampus) tidak dapat ngeledek bahwa aku tidak punya pacar, atau cuma punya tampang 'n body saja, tapi tidak punya cowok. Kini aku punya, meskipun satu jenis denganku, dia lah Mira yang sangat kusayangi! Inilah kebiasaan baru kami, juga dengan sering berkata, "Sayang, sayang, dan sebagainya!"
Meskipun tidak ada seorangpun yang mengetahui bahwa kami ini lesbian dan telah beberapa kali bercinta.

Sekian kisah nyata ini dari saya, hanya untuk berbagi pengalaman. Love you all readers! Indah

TAMAT Share

MY TRUE LOVE

Hi! mungkin kalian masih ingat denganku, aku Bunga, aku adalah penulis cerita "TEMAN LESBI DARI CHATTING". Sepeninggal Mbak Lina kembali ke Jakarta, karena masa cutinya sudah habis, aku mulai masa avonturirku sebagai seorang lesbian. Bukan berarti aku sudah tidak berhubungan lagi dengan Mbak Lina, aku masih sering menelepon dia, bahkan liburan semester kemarin, aku main ke tempatnya di bilangan Menteng.

Sejak itu aku berusaha mengenal komunitasku di Jogja, dan akhirnya aku menemukan apa yang aku cari, perkumpulan lesbian di Jogja. Aku tidak menyangka akan menemukannya dalam kondisi Jogja yang serba adem ayem, gemah ripah loh jinawi. Aku pun menemukannya secara tidak sengaja. Waktu itu malam Minggu, aku jalan-jalan menikmati indahnya Jogja, kemudian aku mampir di sebuah Kafe "J" yang lumayan jauh dari pusat keramaian. Yang membuatku tertarik tempat itu kelihatan ramai karena pengunjungnya banyak. Lalu aku pun segera memesan minuman ringan dan makanan, sambil menunggu pesanan mataku menyapu seluruh ruangan, hampir semua pengunjung kafe ini adalah perempuan dan menurut perkiraanku mereka rata-rata masih mahasiswa.

Tiba-tiba seorang gadis yang baru datang menyapaku,
"Hi, boleh duduk semeja nggak?" sapanya lembut, aku terperangah, aku mengagumi kecantikannya sampai-sampai aku lupa menjawab sapaannya.
"Eh.. oh.. boleh.. boleh koq," jawabku.
"Mmm.. sendirian aja nih malem Minggu gini.."
"Eh.. iya, nggak ada yang bisa di ajak sih," jawabku sekenanya.
"Yee.. garing donk, eh iya lupa, kenalkan.. aku Yanti," katanya sembari mengulurkan tangannya, aku pun menyambut tangannya dengan ragu-ragu.
"Bunga.."
"Wow, what a pretty name.."
"Thanks.. by the way kamu koq juga sendirian saja? Nggak bawa gandengannya?"
"Yee.. kita khan masih single, masih nyari, abis nggak ada yang cocok seeh,"

Aku mulai tertarik kepada Yanti, orangnya enak diajak ngobrol dan juga dia cantik, postur tubuhnya hampir sama denganku, hanya saja dadanya lebih kecil dariku. Aku sempat memperhatikannya, dadanya berguncang-guncang ketika kami berdua tertawa, mungkin dia tidak pakai BH, pikirku. Yanti mengenakan paduan antara rok mini, t-shirt dan jaket tapi meski kelihatan sederhana kesannya tetap modis.

Setengah terkejut aku baru menyadari kalau dari tadi Yanti menggosok-gosokkan kakinya ke kakiku sambil melemparkan senyum nakalnya.
"Eh Bunga, boleh nggak aku nanya?" aku hanya mengangguk saja.
"Mmm.. kamu udah punya pacar belom sih.. malem Minggu kini masa sendirian aja."
"Belum tuh.. emang kamu ada kenalan yang cocok buat aku," godaku.
Eeh, dianya malah ketawa-ketiwi, jadi sebel aku.
"Nah.. gimana kalo kamu saja yang jadi pacarku saja Yan.. kayaknya kita klop deh," godaku lagi.
"Yee.. siapa takut," jawabnya sambil mencubit tanganku.

Yanti kemudian berdiri, kemudian segera menggandeng tanganku dan beranjak menuju toilet, lalu kami berdua masuk ke salah satu bilik toilet.
"Yan.. mau ngapain sih?"
"Sstt.." katanya sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibirku.
Kemudian dia mendudukkanku di atas toilet, belum sempat aku berkata apa-apa langsung saja dia duduk di atas pangkuanku dan mendaratkan bibirnya yang lembut ke atas bibirku. Aku sempat terkejut, tapi aku kemudian mulai menikmatinya, aku pun membalas melumat bibirnya dengan penuh nafsu. Tanganku bergerak turun meremas pantatnya, Yanti memelukku dengan erat, lidah kami saling berpilin dan beradu. Tanganku mulai merambat naik dan mulai menyusup ke balik kaos ketatnya, dan benar dia tidak memakai BH rupanya, sehingga aku pun dengan mudah bisa memilin dan mempermainkan puting susunya yang terasa tegang. Beberapa lama kemudian nafasnya mulai memburu dan dia berusaha meremas-remas payudaraku. Yanti pun mulai mengeluarkan desahan-desahan yang cukup keras, "Ahh.. shh.. augghh.." desahnya. Dengan sigap aku membungkam mulutnya, "Yanti.. lebih baik jangan di sini, aku takut nanti.." belum sempat aku merampungkan kata-kataku, Yanti mengecup bibirku dengan lembut kemudian berdiri dari pangkuanku. Setelah kami membetulkan pakaian, kami pun beranjak pergi.

Kami pun keluar dari toilet, lalu melewati sekelompok cewek yang sedang bersendau gurau di ujung ruangan. Tiba-tiba ada yang ngomong, "Yanti..! ee Yanti sombong banget sekarang, mentang-mentang udah punya gandengan baru.. huu.." mereka menyoraki kami. Yanti pun berbalik sambil menunjukkan jari tengahnya ke arah mereka, sambil tertawa, "F*** (edited) you girls.. hi.. hi.. hi, emang nggak boleh apa!" jawabnya sambil berlalu bersamaku keluar dari kafe. Aku baru sadar kalau tadi aku masuk ke kafe yang sering dijadikan tempat kencan dan tempat ngumpul lesbian di Jogja.

Yanti pun terus menggandengku, menyusuri jalan di pusat keramaian Jogja. Sepanjang perjalanan Yanti tidak berhenti bicara, terkadang dia melontarkan "joke-joke"-nya yang agak porno, aku pun cuma tersenyum saja. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, kami kemudian naik becak yang kebetulan ada di dekat situ. "Gang **** (edited), Pak!" kata Yanti sambil menggandengku masuk menaiki becak. Selama perjalanan Yanti menyandarkan kepalanya ke pundakku, aku pun melingkarkan tanganku ke pinggangnya, kupeluk erat tubuhnya, aku merasakan tubuhnya memberiku kehangatan yang mampu mengurangi rasa dinginnya malam. "Kiri Pak!" kata Yanti sambil bergegas turun, tampaknya hujan agak sedikit reda. Ternyata kami turun di depan sebuah rumah yang cukup megah dan terkesan agak ramai, karena sesekali kudengar tawa seseorang di dalam. Dan kupikir ini adalah semacam kos-kosan putri atau rumah kontrakan.

"Yan.. kamu kos di sini?" tanyaku.
Yanti cuma senyum-senyum, kami pun masuk ke dalam rumah.
"Ayo masuk.. nggak usah malu-malu, anggap saja rumah sendiri."
Aku pun kemudian masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu, sementara Yanti masuk ke dalam, tak lama kemudian dia keluar lagi dengan membawa segelas minuman untukku.
"Eh Bunga.. aku ganti baju dulu yah.. basah nih entar masuk angin lagi."
Aku cuma mengangguk. Dia pun segera berlalu dari hadapanku. Dan hujan pun tampaknya kembali turun dengan derasnya. Wah sudah malam nih, pikirku, mana hujan deras lagi. Tak lama kemudian Yanti pun keluar dan.. ya ampun dia hanya mengenakan celana dalam saja, mungkin dia sudah gila, pikirku, bagaimana kalau ada orang lain yang melihat, kataku dalam hati. Mataku tertumbuk pada sepasang gundukan kembar yang padat berisi dan seakan memanggilku untuk mengulum dan menghisapnya.

"Bunga.. santai saja, ini rumahku kok! Anak-anak kos itu tinggalnya di belakang, mereka nggak jadi satu denganku, masuknya juga nggak lewat pintu utama, tapi lewat pintu sebelah rumah.. Mmm di rumah juga nggak ada orang, soalnya aku yang mengelola rumah kos ini. Papa sama mama tetap tinggal di Jakarta, dan juga pembantu rumah tangga cuma datang dari pagi sampe sore aja, abis itu pulang!" katanya sambil melemparkan senyum nakalnya.
"Bunga.. hujan deras gini.. kamu nggak usah pulang yah! Kamu nginep aja di sini, lagian udah malam, nggak baik cewek pulang malam-malam," katanya dengan genit.
Yanti kemudian duduk di sebelahku, dengan manjanya dia melingkarkan tangan kanannya ke pinggangku, sedang kepalanya ia sandarkan ke bahuku.
"Bunga.. aku udah ngantuk nih, bobok yuk!" katanya manja, aku hanya diam saja.
Dia beranjak pergi sambil menggandeng tanganku menuju kamarnya. Aku hanya menurut saja karena aku memang sebenarnya juga sudah ngantuk. Aku pun mengikutinya masuk ke dalam kamarnya yang cukup luas dengan ranjang yang rasanya terlalu lebar untuk dipakai seorang diri. Tanpa canggung kulepas pakaianku sehingga aku pun hanya memakai celana dalam saja, dan aku melihat noda basah di celana dalamku, rupanya tadi aku cukup terangsang sampai-sampai celanaku basah.

Yanti terpaku menatap tubuhku, matanya tertuju pada kedua payudaraku yang cukup padat dan kencang. "Yan.. lho.. kamu kok malah bengong, katanya ngajakin bobok, udah gih sono bobok, aku juga udah ngantuk," kataku. Kurebahkan tubuhku di samping tubuhnya sambil membelakanginya, tiba-tiba kedua tangannya mendekap tubuhku dari belakang. Yanti mulai menciumi punggung dan tengkukku, membuatku geli. Sementara kedua tangannya tak henti-hentinya memilin kedua puting susuku sampai tegang. Tanpa sadar aku pun mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan panjang karena keenakan.
"Aaahh.. sstt.. oouughh.." lenguhku.
"Yantii.. uuh.. kamu jahat banget.. ouch.. awas kamu.."
Aku pun membalikkan tubuhku. Belum sempat aku bicara, bibir Yanti yang padat membungkam mulutku, dia memelukku dengan erat, dia terus menciumiku dengan penuh nafsu, sampai-sampai aku sulit bernafas. Karena Yanti tak juga mengendurkan pelukan serta ciumannya. Aku tak tahan lagi, langsung saja kucubit dengan keras kedua puting susunya yang tampak sangat tegang dan mengeras.
"Ouch.. ih jahat banget.. kok maen kasar sih," protes Yanti.
"Yee.. kamu duluan tuh yang kasar, aku kan belum siap," kilahku.
"Tapi kan.. punyaku jadi sakit.. jahat!" kata Yanti dengan marah.
Dia membalikkan tubuhnya membelakangi tubuhku. Tampaknya dia marah, aku pun mendekatinya, kupeluk tubuhnya dari belakang.

Yanti hanya diam saja, dia tidak memberikan perlawanan, mungkin dia benar-benar marah, pikirku. Kucium tengkuknya dengan penuh kelembutan, dan dia masih tidak bergeming sedikitpun. Tanganku mulai merambat naik ke dadanya, kubelai kedua puting susunya dengan lembut. "Yanti.. masih sakit ya.. Emm.. maafin aku ya.. aku khan tadi cuma becanda.. please.. jangan marah gitu donk." Yanti tidak juga menjawab, yang kudengar hanyalah nafasnya yang mulai memburu. Tanpa ba bi Bu langsung saja kubalikkan tubuhnya sehingga terlentang, kemudian kutindih tubuhnya dengan tubuhku. Yanti memejamkan matanya ketika hembusan hangat nafasku menyapu wajahnya, dia tampak pasrah padaku. Kedua dada kami saling berimpit, aku bisa merasakan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan, nafasnya mulai tersenggal-senggal, kulumat bibirnya yang indah dengan bibirku tanpa memberinya kesempatan sedikitpun untuk membalas perbuatanku. Yanti tidak tahan lagi, dia pun melingkarkan kedua tangannya ke leherku, lidah kami saling bertemu dan berpilin. Sejenak mulai tercium olehku aroma khas kewanitaan yang mulai menyebar di udara, dan tampaknya Yanti pun sudah begitu terangsang, pinggulnya mulai bergoyang-goyang, dan juga ia berusaha menggesek-gesekkan selangkangannya ke tubuhku. Aku pun merasakan hal yang sama dan aku sudah tidak tahan lagi, maka aku pun melepaskan diri dari pelukannya. Segera saja kulepas celana dalamnya, juga celana dalamku yang tampak basah. Begitu kulepas celana dalamnya, jelas tercium olehku aroma khas kewanitaan menusuk hidungku, ini semakin membangkitkan gairahku.

Yanti menjerit tertahan ketika aku menjilat serta mengulum klitorisnya, kemaluannya terasa asin, manis serta gurih di lidahku. Kedua tangan Yanti menahan kepalaku agar aku tetap menjilati kemaluannya. "Oouughh.. aakh.. Bunga.. geli banget.. sshh.. terus.. enak koq.. aahh.." Yanti meracau tidak karuan. Tiba-tiba dia berhenti meracau, pinggulnya terangkat, dan aku sempat melihat mimik wajahnya yang seakan menahan kenikmatan yang tiada tara, dan akhirnya pinggulnya mengejang serta aku merasakan kemaluannya semakin basah dan basah. Setelah mengejang beberapa kali akhirnya ia pun terkulai lemas di ranjang sambil mulai mengatur nafasnya yang tidak menentu. Kuambil tisyu untuk membersihkan kemaluannya yang basah. Yanti masih tidak berani menatapku, dia balikkan tubuhnya membelakangiku. Tampaknya dia lelah, pikirku, atau mungkin dia masih marah padaku. Kududuk di samping tubuhnya yang tergolek lemas, kubelai rambutnya yang indah tergerai. "Yanti.. mm.. kamu masih marah nggak sama aku?" Yanti tidak menjawab, dia hanya menggeleng pelan. Akhirnya aku pun bisa bernafas lega, akhirnya dia tidak marah lagi padaku. Kumatikan lampu, kemudian kubaringkan tubuhku di samping tubuhnya, aku pun merasa lelah. Tiba-tiba Yanti membalikkan tubuhnya dan memelukku dengan manja. "Bunga.. I love you," katanya sambil mengecup bibirku. Yanti pun tertidur dalam pelukanku.

Semenjak itu kami menjadi sepasang kekasih, dalam hatiku aku percaya bahwa dia adalah cinta sejatiku. Niat kami untuk hidup bersama sebagai sepasang kekasih akhirnya tercium juga oleh kedua orangtuanya. Begitu mengetahuinya, mereka langsung ke Jogja dan menemui kami berdua. Mereka berpikir bahwa niat kami tersebut terlalu mengada-ada, apa kata masyarakat sekitar nanti, kata mereka. Mereka menanyakan kesungguhanku untuk hidup bersama anak gadis mereka. Aku tahu mereka tidak ingin anak gadis mereka disia-siakan hidupnya olehku. Mereka tergolong orang yang moderat, sehingga ketika mereka tahu benar akan kesungguhanku, mereka merestui hubungan kami berdua dengan berbagai syarat yang aku sendiri merasa kewalahan untuk memenuhinya. Tapi bagiku itu tidak mengapa, selama aku bisa bersama dengan Yanti, kekasih yang kucintai. Persetan dengan petualangan cintaku, pikirku. Yanti adalah seorang gadis yang manja, meski usianya tiga tahun lebih tua dariku. Ia baru saja lulus dari sebuah perguruan tinggi swasta di Jogja, tapi ia masih menganggur, katanya ia masih ingin menikmati masa mudanya.

Aku bukan cewek butch (tomboy), aku lebih cenderung bersifat femme, tapi Yanti justru menyukai cewek yang menonjolkan sisi feminisnya. Baginya, cewek "butch" sama kasarnya dengan cowok, terus kalau begitu apa bedanya "butch" sama cowok, kata dia.

Kini kami adalah sepasang kekasih yang memadu cinta. Selama aku hidup bersamanya dia tidak pernah mengekang keinginanku, bahkan dia tidak melarangku untuk bercumbu dengan wanita lain, asalkan aku hanya memberikan cintaku untuknya. Betapa luhur hatinya, dan aku berjanji tidak akan mengecewakannya.

Kisah ini kutulis atas persetujuan Yanti, sekedar untuk dijadikan bahan kajian, bahwasanya kami, di antara sesama kaum wanita juga bisa tumbuh cinta yang sejati, bukan hanya cinta yang berdasar atas nafsu dan emosi.

TAMAT Share

JUDE GURU PRIVATKU

Memiliki rupa yang cantik tidak selamanya menguntungkan. Memang banyak lelaki yang tertarik, atau mungkin hanya sekedar melirik. Ada kalanya wajah menentukan dalam mendapatkan posisi di suatu pekerjaan. Atau bahkan wajah dapat dikomersiilkan pula.

Tapi aku tidak pernah mengharapkan wajah yang cantik seperti yang kumiliki saat ini. Aku juga tidak pernah menghendaki tinggi badan 163 centimeter dengan berat 52 kilogram. Tidak juga kulit putih merona dengan dada ukuran 36B. Tidak! Sungguh, semua itu justru membawa bencana bagiku.

Bagaimana tidak bencana. Karena postur tubuh dan wajah yang bisa dinilai delapan, aku beberapa kali mengalami percobaan pemerkosaan. Paling awal ketika aku masih duduk di bangku esempe kelas tiga. Aku hampir saja diperkosa oleh salah seorang murid laki-laki di toilet. Murid laki-laki yang ternyata seorang alkoholik itu kemudian dikeluarkan secara tidak hormat dari sekolah. Tapi akupun akhirnya pindah sekolah karena masih trauma.

Di sekolah yang baru pun aku tak bisa tenang karena salah seorang satpamnya sering menjahilin aku. Kadang menggoda-goda, bahkan pernah sampai menyingkap rokku ke atas dari belakang. Sampai pada puncaknya, aku digiring ke gudang sekolah dengan alasan dipanggil oleh salah seorang guru. Untung saja waktu itu seorang temanku tahu gelagat tak beres yang tampak dari si Satpam brengsek itu. Ia dan beberapa teman lain segera memanggil guru-guru ketika aku sudah mulai terpojok. Aku selamat dan satpam itu meringkuk sebulan di sel pengap.

Dua kali menjadi korban percobaan pemerkosaan, orang tuaku segera mengadakan upacara ruwatan. Walaupun papa mamaku bukan orang Jawa tulen (Tionghoa), tapi mereka percaya bahwa upacara ruwatan bisa menolak bahaya.

Selama dua tahun aku baik-baik saja. Tak ada lagi kejadian percobaan pemerkosaan atas diriku. Hanya kalau colak-colek sih memang masih sering terjadi, tapi selama masih sopan tak apalah. Tapi ketika aku duduk di bangku kelas tiga esemu. Kejadian itu terulang lagi. Teman sekelasku mengajakku berdugem ria ke diskotik. Aku pikir tak apalah sekali-kali, biar nggak kuper. Ini kan Jakarta, pikirku saat itu. Aku memang tak ikut minum-minum yang berbau alkohol, tapi aku tak tahu kalau jus jeruk yang aku pesan telah dimasuki obat tidur oleh temanku itu. Waktu dia menyeretku ke mobilnya aku masih sedikit ingat. Waktu dia memaksa menciumku aku juga masih ingat. Lalu dengan segala kekuatan yang tersisa aku berusaha berontak dan menjerit-jerit minta tolong. Aku kembali beruntung karena suara teriakanku terdengar oleh security diskotik yang kemudian datang menolongku.

Sejak itu aku merasa tak betah tinggal di Jakarta. Akhirnya aku segera dipindahkan ke Yogyakarta, tinggal bersama keluarga tanteku sambil terus melanjutkan sekolah. Awalnya ketenangan mulai mendatangiku. Hidupku berjalan secara wajar lurus teratur. Tanpa ada gangguan yang berarti, apalagi gangguan kejiwaan tentang trauma perkosaan. Aku sibuk sekolah dan juga ikutan les privat bahasa Inggris.

Tapi memasuki bulan kelima peristiwa itu benar-benar terjadi. Aku benar-benar diperkosa. Dan yang lebih kelewat batas. Bukannya lelaki yang memperkosaku, tapi wanita. Yah, aku diperkosa lesbian!! Dan lebih menyakitkan, yang melakukannya adalah guru privatku sendiri. Namanya Jude Kofl. Umurnya 25 tahun, tujuh tahun diatasku. Ia orang Wales yang sudah tujuh tahun menetap di Indonesia. Jadi Jude, begitu aku memanggilnya, cukup fasih berbahasa Indonesia. Jude tinggal tak sampai satu kilometer dari tempatku tinggal. Aku cukup berjalan kaki jika ingin ke rumah kontrakannya.

Kejadian itu bermula pada saat aku datang untuk les privat ke tempat Jude. Kadangkala aku memang datang ke tempat Jude kalau aku bosan belajar di rumahku sendiri, itupun kami lakukan dengan janjian dulu. Sebelum kejadian itu aku tidak pernah berpikiran macam-macam ataupun curiga kepada Jude. Sama sekali tidak! Memang pernah aku menangkap basah Jude yang memandangi dadaku lekat-lekat, pernah juga dia menepuk pantatku. Tapi aku kira itu hanya sekedar iseng saja.

Siang itu aku pergi ke tempat Jude. Ditengah jalan tiba-tiba hujan menyerang bumi. Aku yang tak bawa payung berlari-lari menembus hujan. Deras sekali hujan itu sampai-sampai aku benar-benar basah kuyup. Sampai di rumah Jude dia sudah menyongsong kedatanganku. Heran aku karena Jude masih mengenakan daster tipis tak bermotif alias polos. Sehingga apa yang tersimpan di balik daster itu terlihat cukup membayang. Lebih heran lagi karena Jude menyongsongku sampai ikut berhujan-hujan.

"Aduh Mel, kehujanan yah? Sampai basah begini.." sambutnya dengan dialek Britishnya.
"Jude, kenapa kamu juga ikut-ikutan hujan-hujanan sih, jadi sama-sama basah kan."
"Nggak apa-apa nanti saya temani you sama-sama mengeringkan badan."

Kami masuk lewat pintu garasi. Jude mengunci pintu garasi, aku tak menaruh kecurigaan sama sekali. Bahkan ketika aku diajaknya ke kamar mandinya, aku juga tak punya rasa curiga. Kamar mandi itu cukup luas dengan perabotan yang mahal, walau tak semahal milik tanteku. Di depanku nampak cermin lebar dan besar sehingga tubuh setiap orang yang bercermin kelihatan utuh.

"Ini handuknya, buka saja pakaian you. Aku ambilkan baju kering, nanti you masuk angin."
Jude keluar untuk mengambil baju kering. Aku segera melepas semua pakaianku, kecuali CD dan BH lalu memasukkannya ke tempat pakaian kotor di sudut ruangan.

"Ini pakaiannya,"
Aku terperanjat. Jude menyerahkan baju kering itu tapi tubuh Jude sama sekali tak memakai selembar kain pun. Aku tak berani menutup muka karena takut Jude tersinggung. Tapi aku juga tak berani menatap payudara Jude yang besar banget. Kira-kira sebesar semangka dan nampak ranum banget, tanda ingin segera dipetik. Berani taruhan, milik Jude nggak kalah sama milik si superstar Pamela Anderson.

"Lho kenapa tidak you lepas semuanya?" tanya Jude tanpa peduli akan rasa heranku.
"Jude, kenapa kamu nggak pakai baju kayak gitu sih?"
Jude hanya tersenyum nakal sambil sekali-sekali memandang ke arah dadaku yang terpantul di cermin. Kemudian Jude melangkah ke arahku. Aku jadi was-was, tapi aku takut. Aku kembali teringat pada peristiwa percobaan pemerkosaanku.

Jude berdiri tegak di belakangku dengan senyum mengembang di bibir tipisnya. Jemarinya yang lentik mulai meraba-raba mengerayangi pundakku.
"Jude! Apa-apaan sih, geli tahu!"
Aku menepis tangannya yang mulai menjalar ke depan. Tapi secepat kilat Jude menempelkan pistol di leherku. Aku kaget banget, tak percaya Jude akan melakukan itu kepadaku.

"Jude, jangan main-main!" aku mulai terisak ketakutan.
"It's gun, Mel and I tak sedang main-main. Aku ingin you nurut saja sama aku punya mau." Ujar Jade mendesis-desis di telinga Jade.
"Maumu apa Jude?"
"Aku mau sama ini.. ini juga ha..ha.."
"Auh.."

Seketika aku menjerit ketika Jude menyambar payudaraku kemudian meremas kemaluanku dengan kanan kirinya. Tahulah aku kalau sebenarnya Jude itu sakit, pikirannya nggak waras khususnya jiwa sex-nya. Buah dadaku masih terasa sakit karena disambar jemari Jude. Aku harus berusaha menenangkan Jude.
"Jude ingat dong, aku ini Melinda. Please, lepaskan aku.."
"Oh.. baby, aku bergairah sekali sama you.. oh.. ikut saja mau aku, yah.." Jude mendesah-desah sambil menggosok-gosokkan kewanitaannya di pantatku. Sedangkan buah dadanya sudah sejak tadi menempel hangat di punggungku. Matanya menyipit menahan gelegak birahinya.

"Jude, jangan dong, jangan aku.."
Muka Jude merah padam, matanya seketika terbelalak marah. Nampaknya ia mulai tersinggung atas penolakanku. Ujung pistol itu makin melekat di dekat urat-urat leherku.

"You can choose, play with me or.. you dead!"
Aah.. Dadaku serasa sesak. Aku tak bisa bernafas, apalagi berfikir tenang. Tak kusangka ternyata Jude orang yang berbahaya.
"Okey, okey Jude, do what do you want. Tapi tolong, jangan sakiti aku please.." rintihku membuat Jude tertawa penuh kemenangan.

Wajah wanita yang sebenarnya mirip dengan Victoria Beckham itu semakin nampak cantik ketika kulit pipinya merah merona. Jude meletakkan pistolnya di atas meja. Kemudian dia mulai menggerayangiku.

Jude mulai mencumbui pundakku. Merinding tubuhku ketika merasakan nafasnya menyembur hangat di sekitar leherku, apalagi tangannya menjalar mengusap-usap perutku. Udara dingin karena CD dan BHku yang basah membuatku semakin merinding.

Jemari Jade yang semula merambat di sekitar perut kini naik dan semakin naik. Dia singkapkan begitu saja BHku hingga kedua bukit kembarku itu lolos begitu saja dari kain tipis itu. Setiap sentuhan Jade tanpa sadar aku resapi, jiwaku goyah ketika jari-jari haus itu mengusap-usap dengan lembut. Aku tak tahu kalau saat itu Jade tersenyum menang ketika melihatku menikmati setiap sentuhannya dengan mata tertutup.

"Ah.. ehg.. gimana baby sweety, asyik?" kata Jude sambil meremas-remas kedua buah dadaku.
"Engh.." hanya itu yang bisa aku jawab. Deburan birahiku mulai terpancing.
"Engh.." aku mendongak-dongak ketika kedua puting susuku diplintir oleh Jude "Juude..ohh.."

Aku tak tahan lagi kakiku yang sejak tadi lemas kini tak bisa menyangga tubuhku. Akupun terjatuh ke lantai kamar mandi yang dingin. Jude langsung saja menubrukku setelah sebelumnya melucuti BH dan CDku. Kini kami sama-sama telah telanjang bagai bayi yang baru lahir.

"You cantik banget Mel, ehgh.." Jude melumat bibirku dengan binal.
"Balaslah Mel, hisaplah bibirku."
Aku balas menghisapnya, balas menggigit-gigit kecil bibir Jude. Terasa enak dan berbau wangi. Jude menuntun tanganku agar menyentuh buah dadanya yang verry verry montok. Dengan sedikit gemetar aku memegang buah dadanya lalu meremas-remasnya.

"Ah.. ugh.. Mel, oh.." Jude mendesis merasakan kenikmatan remasan tanganku. Begitupun aku, meletup-letup gairahku ketika Jude kembali meremas dan memelintir kedua bukit kembarku.
"Teruslah Mel, terus .."
Lalu Jude melepaskan ciumannya dari bibirku.
"Agh.. Oh.. Juude.."
Aku terpekik ketika ternyata Jude mengalihkan cumbuannya pada buah dadaku secara bergantian. Buah dadaku rasanya mau meledak.
"Ehg.. No!!" teriakku ketika jemari Jude menelusuri daerah kewanitaanku yang berbulu lebat.
"Come on Girl, enjoy this game. Ini masih pemanasan honey.."

Pemanasan dia bilang? Lendir vaginaku sudah mengucur deras dia bilang masih pemanasan. Rasanya sudah capek, tapi aku tak berani menolak. Aku hanya bisa pasrah menjadi pemuas nafsu sakit Jude. Walau aku akui kalau game ini melambungkan jiwaku ke awang-awang.

Jude merebahkan diri sambil merenggangkan kedua pahanya. Bukit kemaluannya nampak jelas di pangkal paha. Plontos licin. Lalu Jude memintaku untuk mencumbui vaginanya. Mulanya aku jijik, tapi karena Jude mendorong kepalaku masuk ke selakangannya akupun segera menciumi kewanitaan Jude. Aroma wangi menyebar di sekitar goa itu. Lama kelamaan aku menciuminya penuh nafsu, bahkan makin lama aku makin berani menjilatinya. Juga mempermainkan klitnya yang mungil dan mengemaskan.
"Ahh.. uegh.." teriak Jude sedikit mengejan.
Lalu beberapa kali goa itu menyemburkan lendir berbau harum.
"Mel, hisap Mel.. please.." rengek Jude.
Sroop.. tandas sudah aku hisap lendir asin itu.
Suur.. kini ganti vaginaku yang kembali menyemburkan lendir kawin.
"Jude aku keluar.." ujarku kepada Jude.
"Oya?" Jude segera mendorongku merebah di lantai. Lalu kepalanya segela menyusup ke sela-sela selakanganku.

Gadis bule itu menjilati lendir-lendir yang berserakan di berbagai belantara yang tumbuh di goa milikku. Aku bergelinjangan menahan segala keindahan yang ada. Jude pandai sekali memainkan lidahnya. Menyusuri dinding-dinding vaginaku yang masih perawan.
"Aaah.." kugigit bibirku kuat kuat ketika Jude menghisap klit-ku, lendir kawinkupun kembali menyembur dan dengan penuh nafsu Jude menghisapinya kembali.
"Mmm.. delicious taste." Gumamnya.
Jude segera memasukkan batang dildo yang aku tak tahu dari mana asalnya ke dalam lubang kawinku.

"Ahh..!! Jude sakit.."
"Tahan sweety.. nanti juga enak.."

Jude terus saja memaksakan dildo itu masuk ke vaginaku. Walaupun perih sekali akhirnya dildo itu terbenam juga ke dalam vaginaku. Jude menggoyang-goyangkan batang dildo itu seirama. Antara perih dan nikmat yang aku rasakan. Jude semakin keras mengocok-ngocok batang dildo itu. Tiba-tiba tubuhku mengejang, nafasku bagai hilang. Dan sekali lagi lendir vaginaku keluar tapi kali ini disertai dengan darah. Setelah itu tubuhku pun melemas.

Air mataku meleleh, aku yakin perawanku telah hilang. Aku sudah tak pedulikan lagi sekelilingku. Sayup-sayup masih kudengar suara erangan Jude yang masih memuaskan dirinya sendiri. Aku sudah lelah, lelah lahir batin. Hingga akhirnya yang kutemui hanya ruang gelap.

Esoknya aku terbangun diatas rajang besi yang asing bagiku. Disampingku selembar surat tergeletak dan beberapa lembar seratus ribuan. Ternyata Jude meninggalkannya sebelum pergi. Dia tulis dalam suratnya permintaan maafnya atas kejadian kemarin sore. Dan dia tulis juga bahwa dia takkan pernah kembali untuk menggangguku lagi. Aku pergi dari rumah kontrakan terkutuk itu seraya bertekad akan memendam petaka itu sendiri.

TAMAT Share

GAIRAH MALAM

Namaku Wawan. Aku bekerja sebagai penulis lepas di berbagai media cetak. Aku akan menceritakan pengalamanku yang berhubungan dengan dunia lesbian.
Suatu ketika aku pergi ke luar kota dengan kendaraan sendiri. Di tengah perjalanan dadaku merasa sesak. Aku menghentikan mobilku ke pinggir jalan. Waktu itu hampir pukul 8 malam. Keadaan di sekeliling adalah persawahan yang gelap dan sepi. Hanya ada sebuah rumah agak jauh di depan. Ada papan namanya. Yang bisa kubaca hanya 'Jam praktek 17.00-21.00'. Dari situ aku bisa tahu kalau itu rumah dokter.

Aku jalankan mobil sampai depan rumah itu. Ternyata benar. Dokter Merry. Aku turun dan langsung masuk dengan membuka pintu yang setengah terbuka. Aku terkejut. Dua orang wanita saling berpelukan. Memang saling berpelukan tidak akan mengejutkan. Tetapi yang mengejutkan adalah mereka berdua dalam keadaan telanjang.

Aku sengaja terbatuk. Salah satu dari mereka malah mengajak aku untuk bergabung. Kalau dadaku tidak sakit, mungkin aku langsung saja buka semua pakaian. Tapi sekarang aku datang dengan keluhan. Mereka berdua akhirnya sadar. Mereka berdua cepat mengenakan pakaian tanpa memakai pakaian dalam yang berserakan di lantai.
Sang dokter yang bernama Merry sudah berusia sekitar 32 tahun. Tingginya sekitar 158 cm dan beratnya sekitar 51 kg. Kulitnya putih mulus dan di telinganya tergantung sebuah kacamata minus. Rambut hitamnya lurus dan panjang.

Perawatnya. Namanya Emma. Usianya sama denganku. 22 tahun. Tingginya sekitar 155 cm dan beratnya sekitar 45 cm. Kulitnya sawo matang sama denganku. Rambutnya lurus dan hitam terpotong pendek ciri khas seorang perawat.

Ketika diperiksa, aku berpikiran untuk mengundang mereka berdua ke Yogya. Aku ingin melihat langsung percumbuannya. Hanya melihat. Tidak bergabung dalam percumbuannya. Kuutarakan hal ini setelah selesai diperiksa. Mereka berdua setuju. Kami saling bertukar nomor telepon.

Akhirnya kami bertemu di sebuah hotel berbintang di kota Yogyakarta. Malam itu aku melihat langsung mereka berdua bercumbu di kamar hotel tersebut. Mereka melakukannya seolah-olah tidak ada orang yang melihat. Kurekam dengan handycam setelah minta ijin mereka berdua. Aku juga minta ijin untuk menyebarluaskan permainan mereka sebagai sebuah VCD porno. Dalam waktu dekat pembaca mungkin bisa mendapatkannya di pasaran dengan judul yang sama dengan judul diatas. Kupilih judul itu karena pengambilan gambar dilakukan pada cahaya lampu yang berintensitas kecil atau samar-samar.
Pada awalnya mereka berdua dengan menari-nari melepaskan satu persatu pakaian yang dipakai dengan iringan musik lembut dari sebuah CD yang kuputar. Tidak lupa juga Merry melepas kacamata yang dipakainya. Setelah mereka berdua telanjang bulat, iringan musik lembut berganti dengan desahan-desahan kenikmatan.

Merry menghampiri Emma yang duduk di kursi sofa. Diciumnya bibir Emma. Tangan kanan Emma membelai payudara kiri Merry yang berukuran 34. Emma merubah posisinya dengan bertumpu pada kedua tangan dan lutut. Dari belakang Merry membuka vagina Emma dan menghisap vagina Emma dengan lidahnya. Lalu jari tengah tangan kanannya mengocok vagina Emma. Tangan kanan Emma meremas sendiri payudara kanannya yang berukuran 38.

Kemudian Merry menggesek-gesekkan kedua payudaranya ke pantat Emma. Dia lalu duduk di atas pantat Emma dan mengesek-gesekkan kedua payudaranya ke punggung Emma. Beberapa menit kemudian Merry berdiri dan Emma kembali duduk. Emma duduk sambil tangan kanannya membelai vaginanya sendiri sambil melihat Merry berdiri dan meremas-remas kedua payudaranya sendiri bergantian.

Merry kemudian jongkok di depan Emma. Dihisapnya vagina Emma dengan lidahnya. Emma memegang kepala Merry. Merry sendiri juga mengocok vaginanya sendiri dengan jari tengah tangan kanannya dari arah pantat. Emma merebahkan tubuhnya ke kursi sofa. Ditariknya Merry supaya naik ke atas kursi sofa. Merry naik dan menyodorkan payudara kanannya ke mulut Emma yang langsung menjilatinya sambil membelainya. Merry sedikit turun ke bawah yang menyebabkan lidah Emma menjilati lehernya. Sementara payudara kanannya masih dibelai dan diremas-remas oleh Emma. Merry membelai vagina Emma dengan tangan kanannya.

Lalu Merry berdiri dan mengambil segelas air dari meja. Emma juga berdiri dan merapat ke tubuh Merry. Payudara kanannya dijilati oleh Merry yang payudara kanannya menempel di bawah belahan kedua payudara Emma. Sedangkan payudara kirinya disambut belaian tangan kiri Emma yang pinggangnya dipeluk oleh Merry. Emma menurunkan tubuhnya sedikit sehingga mulutnya dapat menghisap payudara kiri Merry. Mulutnya setengah terbuka menerima air yang ditumpahkan Merry ke payudara kirinya. Payudara kanannya digesek-gesekkan ke paha kiri Merry. Emma lalu menjilati payudara kiri Merry yang basah.

Merry menarik Emma untuk berdiri. Diciumnya bibir Emma dengan penuh nafsu. Emma membalas dengan tak kalah nafsunya. Mereka berjilatan lidah. kedua payudara mereka saling bergesekan. Emma turun kembali dan langsung menghisap vagina Merry dengan lidahnya. Tangan kanannya meremas-remas payudara kanannya sendiri.

Emma kemudian membimbing Merry untuk tengkurap di meja dengan kedua kaki masih dibawah. Emma jongkok di antara kedua kaki Merry dan mengangkangkan kakinya. Dihisapnya vagina Merry dengan lidahnya dari belakang sambil tangan kanannya membelai paha kanan Merry. Sedangkan Merry meremas-remas payudara kanannya sendiri. Lalu Emma ikut merapat ke meja. Dari arah samping Emma mencium bibir Merry yang langsung dibalasnya juga dengan ciuman. Payudara kanannya saling bergesekan dengan payudara kiri Merry. Tangan kanannya membelai pantat Merry. Dia lalu berdiri di belakang Merry. Digesek-gesekkan kedua payudaranya ke pantat Merry dengan sedikit menurunkan tubuhnya.

Lalu Merry membalikkan tubuhnya. Dibimbingnya Emma untuk duduk di meja. Merry lalu menjilati payudara kiri Emma. Kedua kaki Emma menjepit pinggang Merry. Merry melanjutkan dengan menghisap payudara kiri Emma. Kembali Merry menjilati payudara kiri Emma. Kali ini dilanjutkan dengan menjilati leher Emma yang menengadahkan kepalanya. Emma merebahkan tubuhnya ke meja. Merry naik ke meja dan menungging di atas kepala Emma yang langsung menghisap vagina Merry dengan lidahnya. Emma sendiri juga membelai vaginanya sendiri dengan kedua tangannya.

Emma bangkit dari posisi tidurnya. Dia juga menungging dan menghisap vagina Merry dengan lidahnya dari belakang. Setelah beberapa menit, dibaliknya tubuh Merry. Dihisapnya kembali vagina Merry dengan lidahnya. Emma merasa lelah dan akhirnya dia merebahkan tubuhnya di samping Merry. Merry merasa belum puas. Dia mencium Emma yang dibalas Emma dengan ciuman pula. Kedua jari tengah tangan mereka mengocok vagina mereka masing-masing.

Akhirnya mereka berdua berdiri. Mereka berpelukan sambil mengesekkan vagina mereka. Kedua payudara mereka saling menempel. Agak lama mereka dalam saling menggesek vagina. Lalu Merry menjilati payudara kiri Emma.

Hanya sebentar. Lalu Merry mengangkat tubuh Emma dan dibawanya ke tempat tidur. Diturunkannya tubuh Emma di tempat tidur. Lalu dia memposisikan vaginanya supaya dihisap oleh Emma dengan lidahnya. Merry lalu menurunkan pantatnya ke kedua payudara Emma. Digeseknya payudara Emma dengan pantatnya. Dijitatinya juga lidah Emma yang terjulur keluar. Jilatannya turun ke leher. Pantatnya juga semakin turun. Vaginanya akhirnya bertemu dengan vagina Emma. Mereka saling menggesekkan vagina mereka. Merry meremas kedua payudara Emma dengan kedua tangannya. Dijilatinya juga kedua kedua payudara Emma bergantian. Jilatan lidahnya semakin turun ke bawah dan menjilati pusar Emma.

Kedua tangannya masih meremas kedua payudara Emma yang kelihatan sudah mencapai titik puncak kegairahan. Lidahnya menghisap vagina Emma yang kedua tangannya sendiri mengganti kedua tangan Merry dalam meremas payudaranya. Merry akhirnya juga telah mencapai titik puncak kegairahan. Dia tertidur dengan kepalanya masih berada di atas selangkangan Emma. Emma sendiri juga tertidur dengan kedua tangan berada di kedua payudaranya sendiri. Tahu-tahu hari sudah pagi dan mereka berdua berpamitan kepadaku untuk kembali ke tempatnya semula.

Demikian ceritaku. Mungkin terlalu sederhana. Tidak seperti ketika menulis artikel untuk media cetak. Aku berharap ada kaum lesbian yang mau kulihat langsung percumbuannya dan kalau diijinkan bisa kurekam sebagai sebuah VCD porno dan disebarluaskan di pasaran.

TAMAT Share

GADIS MANISKU

Namaku Dian Ratnasari (nama samaran). Umur 23 tahun. Aku mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di Bandung. Asalku dari Jawa Timur, jadi niatnya cuma belajar di Bandung ini. Siapa tahu bisa jadi tukang insinyur. Aku tinggal di kawasan Dago, menempati sebuah rumah yang cukup luas milik keluarga pamanku. Rumah itu sepi dengan beberapa kamar kosong. Hanya ada aku, seorang pembantu yang cukup tua dan dua ekor anjing peliharaanku serta beberapa ikan di dalam akuarium di sudut ruang tamuku. Keluarga pamanku tinggal di Inggris, karena tugas belajar yang harus ia lakukan.

Berawal dari inisiasi dan orientasi kampus yang dilakukan kakak-kakak tingkatanku, aku berkenalan dengan seorang teman gadis bernama Santi. Gadis yang manis, dengan tinggi sekitar 160 cm, berkulit kuning langsat. Waktu itu, aku sangat kasihan kalau melihat ia menerima hukuman yang menurutku sangat dibuat-buat oleh seniorku. Disuruh mencium-lah, meraba, dan push-up di bawah mereka. Akh.. sialan, seribu topan badai! Aku sungguh tidak terima dan biasa gaya sok jagoanku muncul. Kudekati seniorku dan kuhajar dengan beberapa jurus perkenalan dariku. Yah, gini-gini aku cukup menguasai karate dan pencak silat, menyerang dan bertahan, dua hal yang sangat kusenangi. Maklumlah aku suka berkelahi dari kecil.

Beberapa senior pun mulai mengeroyokku. Sambil tentu saja, terjatuh-jatuh menerima tendangan dan libatan tanganku. Apa hendak dikata salah satu senior, yah mungkin ia termasuk pimpinan mahasiswa di kampusku melerai kami dan memberi hukuman pada kami semua. Lari-lari mengitari kampus sambil menyanyi dan menari, dasar!

But never mind, yang terpenting gadis manis itu tidak lagi digoda dan diganggu. Mungkin mereka malu atau takut kalau selesai masa yang harus dilalui mahasiswa baru ini bakal ketemu aku dan bisa benar-benar kuhajar mereka. Bagaimanapun yang lemah harus dibela.

Seminggu kemuRatna, baru kutahu gadis itu satu kelas denganku dan kami pun berkenalan.
"Hai.., terima kasih yah kemarin kamu menolongku. Gara-gara aku, kamu jadi kena masalah deh." Hey dia menyapaku duluan.
"Ah ndak kok, itu sih urusan kecil buatku", sambil tersenyum kusapa balik.
"Oh, yah kita belum berkenalan kemarin, nama kamu siapa?" Aku bertanya seolah aku belum tahu namanya. Hi.. hi.. padahal aku sudah tahu namanya dari senior-seniorku.

"Santi, kamu?" Duh mak, nih gadis benar-benar manis sekali, senyumnya aah.., apalagi matanya, bulat dengan alis yang tertata rapi berwarna hitam, serasi sekali

"Hey.. kamu kenapa?" Duh ketahuan kalau lagi terpana. Eh, nih anak pakaian dan celananya seksi and ketat sekali, mengundang perhatian cowok, pikirku. Beda sekali denganku, celana jeans belel dengan kemeja panjang kedodoran, potongan rambut pendek cepak dan memakai jam tangan yang besar. Pokoknya aku senang seperti ini, dulu aku terkenal cool di antara teman-teman cowok SMU-ku di Malang.

"Ah.. yah.. namaku Ratna, lengkapnya Dian Ratnasari. Tapi kamu boleh panggil aku apa saja, tapi Ratna lebih nikmat kedengarannya, he.. he.. he." Jadi grogi juga nih.

"Hmm.., kamu tinggal di mana?" tanyaku, siapa tahu kan nanti dia lebih rajin punya catatan, kan bisa kupinjam. Dasar otak nakal dan pemalas. Aku heran juga, dari kecil aku tidak suka belajar tapi aku bisa dengan mudah menerima apa pun dalam otakku. Bukannya sombong tapi yah.., cuma begitu saja.

Tanpa sadar aku senyum-senyum sendiri, ketika ia menegurku, "Ian, kamu duduk di sebelahku yah", pintanya. Aku hanya manggut-manggut saja mengiyakan sambil terus berjalan menuju kelas kami.
"Eh, kamu ini lucu juga yah, dari tadi senyum-senyum sendiri hihihi", ia tertawa kecil. Duh maak manisnya temanku ini.

Tiba-tiba dari arah belakang terdengar kegaduhan kecil, ternyata segerombolan cowok-cowok mengganggu dan mempermainkan salah seorang teman kami yang lebih kecil ukurannya dari mereka, mungkin sekitar 155 cm. Oh, yah aku sendiri 172 cm dan beratku 60 kg. Cukup tinggi besar untuk ukuran cewek kali, yah?

Lagi-lagi aku belagak nih, padahal memang tanganku gatal ingin meninju orang, habis sedang gregetan nih sama Santi. Kusambar salah satu cowok dan tendanganku sangat tepat bersarang di bawah perutnya, yah si-xx, tahu temannya menjerit, mereka berhenti dan memandangku. Ada kemarahan di wajah mereka, namun aku tidak tahu kenapa, mereka langsung ngeloyor pergi sambil membantu temannya berjalan. Akh, aku puas juga. Sejak saat itu, aku cukup disegani di kampusku, mungkin juga mereka telah membaca biodataku di buku tahunan.

Kembali menjajari Santi, aku bertanya lagi, "Eh, di mana rumah kamu?".
Dia tersenyum, "Kamu masih inget dengan pertanyaanmu setelah berkelahi barusan?", berkata begitu, tangannya menempel di pundakku dan turun menggandeng tanganku.
"Yah, sekali lagi, itu hal kecil buatku, habisnya mereka seenaknya mengganggu orang lain", gumamku sambil menikmati sentuhan alami lengan dan jari-jari kami yang saling mengait.
"Ah, sudahlah, jangan dibicarakan lagi".
Bosan juga aku, kan aku pingin tahu tentang anak satu ini eh, malah melenceng dari pokoknya.

"Aku tinggal di Taman Sari", jawabnya. Akhirnya meluncur juga jawabannya.
"Tinggal dengan siapa?", tanyaku agak bingung, maklum sendirian sih aku.
"Kost, ama teman-teman juga.., banyak kok", Ia menjawab sambil memilih tempat duduk untuk kami berdua. Ok, di pojok belakang, jadi aku bisa tidur nih.
"hh, boleh main nih, aku bosan sendirian di rumah", timpalku.
"Aksen kamu sepertinya bukan dari sini, kalau aku dari sekitar sini juga sih, kamu bukan orang sini, kan?", Ia balik bertanya padaku. "Iyah, aku bukan orang sini, tapi aku tinggal di rumah pamanku, sekalian jaga rumahnya."

Kuliah pertamaku dimulai, akh bosan rasanya. Tanpa sengaja tanganku merangkul kursi sebelah dan menempel di punggung Santi. Antara sadar dan tidak, maklum mengantuk, aku seperti merasakan gesekan halus di tangan kananku. Jantungku berdesir dan mulai berdegup kencang.

Kutengok, ternyata punggungnya benar-benar ia gesekkan ke tangan kananku hingga jamku pun tertarik ke atas-bawah, ke kanan-kiri, akhh aku mulai menikmati permainan ini. Bibirnya terbuka sedikit, ia menengadah dan lehernya yang jenjang kulihat sangat menantangku. Akh, aku ingin mengecupnya, duh aku bergetar. Ada apa ini?

Aku duduk dengan gelisah, akh dia mempermainkan nafsuku. Aduh bisa pening aku dibuatnya. Aku berdoa, semoga kuliah ini cepat selesai. Dengan sedikit keberanianku, Iih.., aku takut kalau ketahuan teman lain. Telapak tangan kananku mulai meraba dan meremas bahu dan terus turun ke punggung, pinggang, dan berhenti di antara dua kantong saku di belakang jeansnya. Ia mulai menggoyang pantatnya, geser depan-belakang, kanan-kiri. Kuremas salah satu pantatnya yang muat juga di tanganku. Hehehe ternyata cukup kecil, tapi kenyal, dan enaak sekali. Nafasku pun memburu dengan cepat. Akhh lamanya kuliah ini.

Akhirnya, kuliah selesai juga. Permainan kami pun berhenti. Aku tersenyum dan ia pun membalas senyumku dan mengajakku ke belakang (toilet wanita). Duh, gila juga Santi, apa orang sini berani-berani yah. Tanpa ba-bi-bu kuikuti langkahnya dan pokoknya kami sudah ada di dalam. Cukup sepi, karena terhitung masih pagi, belum ada yang ke belakang. Aku bersyukur juga. Lagian yang namanya makhluk berjenis kelamin perempuan tidak begitu banyak. Aku pikir-pikir cukuplah bermain 15 menit.

Aku duduk di closet dan dia kupangku. Kepalanya tepat di hadapanku. Kami hanya berjarak berapa inchi saja. Nafasnya yang hangat menyapu wajahku. Hidungnya yang agak mancung, ia gesek-gesekkan di hidungku, ih geli juga. Aku tidak tahan.

"Hey, I can lift you", sambil tersenyum ia berkata.
"Aku cuman 48 kok, San", sambil melingkarkan lengannya di leherku. Kugendong ia dan aku duduk kembali. Ia tertawa lirih.

Tanganku terus meraba paha, terus ke belakang, meremas pantatnya ke atas menelusuri pinggang dan mulai menyelusup di balik kaus ketatnya, tiap gunung kembar itu teraba olehku nampak kausnya bertambah padat dan ia busungkan dadanya sambil menggeliat menahan nafsu birahinya, duh menempel di punyaku, menekan dan, "Terus.., lagi.., dan.." Aku tak sabar, kubuka kaus ketatnya dan gila, Santi benar-benar berbody indah, aku merasa yang di bawah mulai berdenyut-denyut. Bra-nya yang putih kecil, seakan tak mampu menutupinya, kubuka sekalian, dan nampaklah gunung itu atau bisa dikata bukit sajalah. Kecil dan menantang, kuelus dan kujilati, akh harum, keringatnya mulai keluar satu-satu agak asin. Akh, aku semakin gila. Kuremas pantatnya, kutekan ke selangkanganku, akh ia meremas rambutku dan menekan kepalaku tepat di belahan itu. Akhh! ia mulai menjepit kepalaku, akhh aku hampir tak bisa bernafas. Gila kencang sekali mainnya! Kecil-kecil cabe rawit. Duh, nafasku sesak nih. Sambil terus kutekan pantatnya ke perutku.

Akh, lepas juga kepalaku setelah itu ia menjerit pelan, kaget juga aku, kenapa dia? Baru sekali ini aku melakukan permainan kait-mengait. Apalagi dengan seorang gadis. Eeh, apa dia masih gadis? Entar kutanya, tapi mataku sempat melirik jam tanganku dan aku mengerti permainan ini harus ditunda, ada kuliah lagi.

Kukecup lembut dan lidahku masih ingin melumat kedua bukit itu, kupasang kembali bra dan kaus ketatnya.
"Entar lagi, yah", kataku, ia tersenyum.
"Makasih, Yan".
Kutepuk-tepuk pantatnya dan segera kuputuskan.
"San.., kamu mau pindah ke rumahku?", tanpa pikir panjang juga ia mengangguk. Kuturunkan dia dan aku merasa CD-ku seperti lembab dan lengket.

"San, entar dulu yah", sambil kubuka retsluiting celanaku dan kuraba yang di balik CD-ku yaitu selangkanganku. Jariku basah seperti ada jelly. Ada apa nih? Seketika kubuka agak lebar dan aku melongok untuk melihatnya lebih jelas. Santi meraih jariku yang basah dan menghirup serta menjilatinya, "Enak, asin, gurih, harum selangit!" terpana aku melihat mulutnya yang bergetar ketika menggumamkan kata-kata itu.

Tangannya menuntunku memasuki celana ketatnya dan terus ke bawah dan di balik CD-nya, basah juga. Kenapa kami, yah? Bingung juga yah aku waktu itu. Hehehe, aku mulai menyukai permainan ini. Telapak tanganku ternyata cukup menutupi selangkangannya, ia gesek-gesekkan dan aku mulai menekan kemaluannya, jari tengahku mulai bermain-main kesana-kemari. Kembali Santi menggeliat dan mengerang lirih. Duh, apa toilet ini memang kosong yah? Gila juga nih anak, pakai acara mengerang segala apalagi pakai menjerit.

Eh, seakan ia tahu apa yang kupikir, ia berhenti dan hanya menggigit bibirnya. Aku tidak tahan, kulumat lagi bibirnya dan kubuka pelan dengan mulutku, dan kami berpagutan lagi. Lidahku dan lidahnya berkaitan dan lama. Matanya terpejam dan akh.., aku menemukan daging kecil di dalam, jariku menerobos dan mulai masuk sedikit.

Tiba-tiba meluncur pertanyaan di otakku, refleks kukatakan padanya, "San, kamu pernah melakukan beginian?".
Ia menjawab pelan, "Belum, Yan.., baru sama kamu."
"Jadi kamu masih gadis, masih punya selaput?", kataku.
"Iya, masih. Pelan aja Yan entar sakit."
"Maaf, San. Lebih baik nggak sekarang, ada kuliah kan."

Kulihat Santi kecewa, tapi demi amannya saja sih, padahal sungguh aku bodoh sekali pelajaran biologi, jadi aku tidak tahu berapa jarak selaput itu dari luar vagina. Kutarik jariku dan ia pun menjilatinya sampai bersih. Ok, entar lagi. Nikmat juga jilatannya.

Singkat cerita, Santi pindah ke rumah tinggalku dan dia tak mau beda kamar. Inginnya satu kamar denganku. Yah, tidak apa-apa sih, lumayan ada yang menemani. Aku memiliki kebiasaan bermain gitar di sore hari, karena hanya gitar yang bisa kumainkan. Kini tiap kali aku mainkan senar gitar Santi selalu menyanyi merdu hanya untukku seorang. Terkadang aku duduk di kursi malas beranda luar menghadap taman dalam. Santi datang dan duduk mengangkangi kedua kakiku. Ia suka sekali memakai daster pendek di atas lutut dengan CD yang terlihat bila angin bertiup agak kencang atau ketika ia mengangkat kakinya. Pokoknya hal-hal mudah seperti itu sudah cukup merangsang nafsuku. Apalagi bila malam tiba, Santi memakai kimono sutra yang sekali talinya kubuka, nampaklah semuanya.

Tiap malam ia membuatkan aku susu kegemaranku. Saat aku asyik duduk di komputer sedang online atau mengerjakan tugas, Santi menghampiriku dan menempel di punggungku. Hal ini sangat kusukai dan Santi tahu itu. Aku merasakan lekukan bibir kemaluannya, bukitnya dan ia menempelkannya, merenggangkannya akhh.., mengaduk-aduk emosiku. Segera aku membalikkan badanku. Kurengkuh tubuhnya dan kukempit kakinya dengan kedua pahaku yang kuat, kadang Santi meronta dan aku pun melepaskannya, biasa kami berlarian seperti dua orang kakak beradik bermain kejar dan tangkap. Aku sungguh menyukai permainan ini. Kadang Santi tiba-tiba mengerem dan membalikkan tubuhnya dan tentu saja aku menubruknya dan jatuh bersama bergulingan saling menindih. Nafas kami yang tak beraturan karena berlari-lari saling memburu dengan kecupan-kecupan yang semakin menambah ketidakberaturannya nafas kami. Buah dada kami saling menggesek dan, "Berat ah.. Yan", aku lalu dengan sigap ganti posisi di bawah, dan ia menyeringai puas karena Santi sangat tahu aku sangat menyayanginya dan tidak mau ia merasa sakit atau apapun. Dan mau tahu apa yang ia lakukan tiap itu terjadi? Santi mengambil susu itu dan menuangkannya di vaginanya dan aku menjilatinya hingga kepuasan yang amat sangat pada kami berdua. Coba saja deh atau kalau siang bisa saja pakai es sirup, dengan dingin yang mengalir pelan rasakan.

Kami saling menjaga, menyayangi, dan berusaha memberikan kepuasan. Namun pernah suatu ketika ia sakit demam, duh aku bingung sekali. Kukompres ia kalau panas dan kuselimuti ia sewaktu dingin menyerangnya. Tapi ia tak mau selimut, ia mau tubuhku menyelimutinya dan sekali lagi ia sangat tahu kalau aku benar-benar hanya bertindak sebagai penghangat tubuhnya dengan kekhawatiran di wajahku yang sangat dihafalnya. Santi sangat menyukai sikapku yang melindungi dan menyayanginya. Sikap yang dapat membedakan kapan bermain dan kapan harus menjaga dan merawat.

Santi sangat akrab dengan keluargaku, begitu juga aku. Keluarganya dan keluargaku telah saling mengenal dan tidak mempermasalahkan hubungan kami. Aku bungsu dari empat bersaudara, kupunya 1 orang kakak laki-laki dan 2 kakak perempuan sedangkan Santi sulung dari tiga bersaudara, 1 orang adik perempuan dan 1 orang adik laki-laki. Kemana pun kami selalu berdua, ke supermarket beli bahan kebutuhan sehari-hari, ke mall untuk cari pakaian atau keperluan lain, ke toko-toko buku, ke bioskop buat nonton, dan lain-lain kecuali kalau aku dan ia sedang memiliki aktivitas yang berbeda. Aku senang berorganisasi dan berolah raga sedangkan ia suka melukis dan bermain musik.

Dini hari saat fajar tiba, sambil tidur aku selalu merasakan sesuatu yang berdenyut di bawah dan refleks aku menempel lekat ke tubuhnya, entah itu punggung dengan sentuhan pantat hangatnya atau langsung perut dengan bukit kembar dan selangkangan yang mengaitku. Santi mengerti kebiasaanku di setiap fajar dini hari dan kami pun saling menggesek.

Sekali merengkuh tubuhnya, ia jatuh menindihku dan berbaring tiduran di tubuhku. Enak katanya, merasakan pelukanku yang hangat, maklum kota ini lumayan dingin. Pokoknya kami melakukan itu kapan saja. Tidak ada bosan-bosannya, soalnya kami mulai ahli sih. Kami mengubah posisi setiap kali mulai bosan dan yahud juga!

Aku mulai mengerti apa yang namanya liang garba itu. Wah, indah sekali, berapa jarak selaputnya, apa itu clitoris, dan perlu dicatat, sampai kini selaput itu belum robek. Aku tidak mau kalau ia sakit, jadi mulutku hanya mengecup, mengulum dan lidahku menjilati agak ke dalam. Ia sangat menyenangi posisi di atas dan aku di bawah. Terkadang aku bertahan cukup lama, kasihan Santi sudah 2-3 kali keluar baru aku keluar. Kalau aku tentu saja suka posisi kaki saling mengait dan selangkangan kami saling menempel dan bergesek semakin kencang, jadi kami bisa orgasme bersama. Tahu kan caranya. Begini, kuangkat kaki kirinya, kuselipkan kaki kiriku, dan kedua kaki kami saling membelit. Posisi ini menyebabkan cairan kental dari kedua kemaluan kami yang keluar bersamaan bercampur dan euunaak sekali. Kadang dengan cara ini Santi sudah sangat kewalahan mengatur nafas, memekik dan menggeliat kencang, tempat tidurku pun berantakan tiap kali kami main di kamar. Perlu dicatat, selesai permainan dan mandi, tempat tidurku kembali sangat rapi karena Santi orang yang sangat rajin dan menjaga kebersihan. Tidak sepertiku, ceroboh.

Kalau di dapur saat ia memasak aku merengkuhnya dan mengecup lembut lehernya serasa kami sepasang suami istri selayaknya, mendudukkannya di meja dan biasa aku rentangkan kedua paha itu dan mulai mencumbuinya, kubuka celanaku dan kugesekkan CD-ku ke CD-nya. Enak lho. Kalau kami bermain di kamar mandi, yah seperti dua anak kecil yang berteriak-teriak kegirangan saling menyiram tempat-tempat sensitif yang sudah sangat kami hapal sambil menciumi tempat-tempat itu. Bath-up yang sudah mulai terisi dengan busa sabun kuoleskan ke seluruh tubuhnya, terutama di-xx-nya, pelan karena aku takut kalau ada apa-apa. Santi senang sekali telentang di atas tubuhku, "Nyaman, Yan?" katanya sambil mencari di mana pinggangku. Kupeluk erat ia, kurasakan gunungku menekan punggungnya dan satu hal aku nggak senang posisi ketika ia membalikkan badannya tepat ke arahku (di bath-up). Pernah ia coba dan aku tidak enjoy melihat kesulitannya mencumbuiku.

Permainan di beranda pun kami buat berbeda, seperti sepasang kekasih yang tenang saling membelai dan menata taman sambil tiduran di luar, kami sangat menikmati tidur di atas rumput yang lembut. Cuma kadang aku sangat risih melihat semut. Jadi kami nggak begitu memaksakan diri tiduran di taman. Atau aku cemburu dan takut sama semut, kalau-kalau semut itu memasuki area xx dan menggigit vagina kekasihku. Akhh kan kasihan Santi hanya bisa meringis kesakitan. Nah, kalau yang ini, di tempat tidur kami seperti dua orang gila yang selalu tergila-gila. Banyak posisi yang kami lakukan, pasti kalau dapat dengan alami melakukanya. Intinya cuma satu, ikuti kata hati, kalau mau stop ya stop, mau nge-sun, sun saja, mau membelai, belai aja, kalau mau maju yah maju, kalau mau ganti yah ganti posisi, begitu saja, sepele. Dan seperti telah menjadi suatu kewajiban bagi Santi untuk selalu membersihkan punyaku dan aku begitu juga, menjilati dan saling menghangati kedua vagina kami dengan telapak tangan yang saling kami selipkan di antara kedua paha kami dan hehehehe. Hangat kan, coba deh.

Pernah suatu ketika aku berkonsultasi ke seorang ahli dan beliaunya menjawab kalau aku sebenarnya termasuk transexsual, berjiwa dan bertingkah laku laki-laki namun tubuh wanita, jadinya setengah-setengah dengan hormon yang lebih banyak jenis laki-laki. Yang umum sih salah satu lebih besar dan mengikuti hormon kelaminnya. Kalau aku mau, kata beliaunya bisa saja bedah kelamin. Tapi biaya yang dikeluarkan pun sangat besar. Yah, sudahlah aku seperti ini saja. Dan selama ini Santi selalu mendampingiku entah sampai kapan. Sudah dua tahun ini aku nyambi bekerja di kontraktor dan aku menikmatinya. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku sebenarnya sanggup menghidupi kami berdua dengan 3 orang sekaligus, misalnya. Mungkin selesai kuliah ini, selesai semuanya. Aku pernah tanyakan kepadanya dan ia hanya tersenyum saja. Ia berkata "Yan, jangan pikir sekarang, apa yang terjadi besok adalah misteri bagi kita semua, kecuali hal-hal yang telah kita persiapkan", dan kalian tahu sampai saat ini aku belum tahu apa maksud dari perkataannya.

TAMAT Share